India memilih sikap menunggu dan melihat terhadap keputusan AS sebelum menentukan langkah balasan, NDTV melaporkan.
Baca juga: Trump Ancam Kenakan Tarif Sekunder 25 Persen ke Negara-negara Pengimpor Minyak Rusia
Menurut pejabat India yang dikutip oleh media lokal, ada empat skenario yang mungkin terjadi, termasuk dampak terhadap ekspor dan potensi peningkatan daya saing India di beberapa sektor tertentu.
Menteri Perdagangan India Piyush Goyal menjelaskan bahwa kebijakan tarif India bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dan meningkatkan pendapatan negara.
Sementara itu, Menteri Negara untuk Perdagangan Jitin Prasada menegaskan bahwa negosiasi perdagangan bilateral dengan AS masih berjalan baik.
Sebaliknya, Uni Eropa telah bersiap untuk membalas kebijakan tarif AS.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menegaskan bahwa UE memiliki rencana balasan terhadap barang-barang AS senilai hingga 26 miliar euro.
Inggris, yang juga terkena dampak kebijakan ini, berupaya mencari solusi melalui negosiasi ekonomi dengan AS.
Perdana Menteri Keir Starmer mengakui bahwa meskipun ada kemajuan, tarif AS tetap bisa berlaku.
Hari Pembebasan dan Kebijakan Ekonomi Trump
Dalam pidatonya, Trump menyebut 2 April 2025 sebagai "Hari Pembebasan," menandai awal dari kebijakan yang disebutnya sebagai langkah untuk "merebut kembali industri Amerika."
"Sudah terlalu lama, negara lain menjarah dan merampok kita dengan kebijakan perdagangan yang tidak adil," ungkap Trump.
"Namun, tidak lagi. Dengan tarif ini, kita akan merebut kembali lapangan pekerjaan kita, industri kita, dan membuat Amerika kaya kembali," tegas Trump.
Gedung Putih menjelaskan bahwa tarif dasar 10 persen akan mulai berlaku pada 5 April, sementara tarif tambahan untuk negara tertentu akan diterapkan mulai 9 April.
Baca juga: Trump Ancam Serang Iran, tapi 13 Rudal & Drone Iran Bisa Lenyapkan Pangkalan AS di Timur Tengah
Pejabat AS menyebutkan bahwa kebijakan ini diberlakukan karena "keadaan darurat nasional" akibat defisit perdagangan yang terus berlanjut.
Langkah Trump ini memicu perdebatan di kalangan ekonom dan pelaku bisnis global.
Beberapa pihak memperkirakan kebijakan ini dapat mengubah dinamika perdagangan internasional secara signifikan.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)