Misalnya, ketika menatap kotak bagian kanan agar bisa berbelok ke arah itu, kursi roda tetap saja bergerak lurus.
Di situlah sebenarnya yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi para pengembang alat berteknologi EEG.
"Belum ada alat yang benar-benar akurat," ungkap peneliti Balai Pengembangan Instrumentasi yang memimpin proyek kursi roda EEG, Arjon Turnip.
Menurut Arjon, belum ada satu pun perangkat EEG di dunia yang akurasinya mencapai 100 persen.
Tak ada pula yang hanya menggunakan pikiran saja. Pasti ada bantuan penglihatan untuk memancing sinyal otak.
Agung menuturkan, kunci untuk mengupayakan akurasi pada perangkat EEG adalah perangkat lunaknya.
"Harus bisa mengekstrak sinyal dengan baik," katanya.
Sinyal otak tak seperti sinyal jantung yang rata-rata detaknya sudah diketahui.
Sinyal otak cenderung random sehingga harus diekstrak dan diidentifikasi.
Identifikasi salah satunya berdasarkan frekuensi. Misalnya, untuk gerakan maju, frekuensinya 9 hertz.
Maka perangkat lunak harus bisa mengidentifikasi sinyal pada frekuensi itu.
Identifikasi itu punya tantangan sebab banyak noise dalam sinyal otak.
Jika selama fokus bergerak pengguna berkedip saja, frekuensinya sudah akan berbeda sehingga menyulitkan gerakan.
Arjon menyebut, "kursi roda EEG ini adalah yang paling canggih di Indonesia."