News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Teka-teki Situs Berarsitektur Magis di Tondowongso Kediri

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Candi Tondowongso

Analisis karbon mengungkap, struktur Tondowongso berasal dari tahun 1006 M. Kala itu, raja yang berkuasa di Jawa adalah Darmawangsa Tguh.

Arkeolog meyakini, candi Gurah dan Tondowongso yang sama-sama berorientasi Hindu Syiwa bukan hanya semasa, namun terhubung satu sama lain.

Keduanya - bersama satu bangunan diduga gapura yang terletak 300 meter dari Tondowongso - merupakan sebuah kompleks pemukiman Hindu kuno.

Sugeng mengungkapkan, kompleks itu sungguh eksotis walaupun kondisinya tidak prima lagi. Jika ditotal, luas kompleks itu lebih dari 12 hektar.

Pemerintah Kabupaten Kediri telah membebaskan lahan seluas 1 hektar di Tondowongso sehingga ekskavasi bisa dilakukan.

Mengalami "Penderitaan"

Tak primanya kondisi situs Tondowongso merupakan akibat dari "penderitaan" yang dialaminya selama ribuan tahun. 

Kompleks itu melewati beragam dinamika politik, dinamika keagamaan, hingga dinamika alam.

Kurang lebih 1.000 tahun lalu, Ken Arok menakhlukkan Kerajaan Kediri. Dia berasal dari dinasti dan orientasi keagamaan yang berbeda.

Ken Arok memindahkan pusat pemerintahan dari Daha ke Tumapel. Konsepsi keagamaan raja selanjutnya berkembang hingga persembahan kepada leluhur.

"Itu menjadi momentum awal dimana kompleks mulai menderita," tutur Sugeng Riyanto. Kompleks yang semula agung menjadi kurang berarti.

Namun, "penderitaan" paling berat adalah karena faktor alam. Letusan Gunung Kelud pada 1334 seperti tercatat dalam buku agung masa Majapahit, Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, adalah salah satunya.

Material vulkanik mengubur situs tersebut. Letusan sesudahnya yang terjadi pada tahun 1586 M turut menambah masalah.

Sugeng menambahkan, "penderitaan" juga dialami kompleks situs Tondowongso saat Belanda pada abad ke 15 mulai membuka lahan tebu untuk memasok gula ke negaranya.

Belanda memindahkan sungai yang awalnya berada di utara komplek, dibuat mengalir tepat ke tengah komplek untuk mengaliri lahan tebu mereka.

"Itulah mengapa struktur bangunan yang kita temukan, kondisinya banyak yang rusak atau tidak utuh," ungkap Sugeng yang sebelumnya juga mengungkap keberadaan pemukiman kuno di Liyangan, kaki Gunung Sindoro.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini