TRIBUNNEWS.COM - Senyum kini berkembang di wajah Olih Solihin (53), seorang petani di Rancaekek yang menggunakan pupuk organik.
“Yang dijadikan percontohan satu petak ini. Lihatlah hasilnya, luar biasa. Baru kali ini saya melihat padi di sini berisi,” ujar Olih 21 Mei 2015 lalu.
Olih memang patut berbangga hati. Sebab pada era 80-an wilayah Rancaekek terkenal berkat kualitas padinya yang bagus. Namun, perlahan-lahan semuanya berubah sejak Sungai Cikijing tercemar limbah pabrik.
Sejak limbah pabrik mencemari sungai, kualitas padi Rancaekek menurun. Sekarang beras tersebut kurang diminati dan harganya di bawah rata-rata. Olih pun mengaku dulu sering rugi.
“Kalau dulu satu petak sawah bisa menghasilkan 1 ton gabah. Kini paling banyak cuma 6 kuintal,” jelas Olih membandingkan hasil panennya.
Oleh karena itulah, ia bersyukur kini menggunakan pupuk organik yang dicontohkan sejumlah penyuluh pertanian di Rancaekek. “Semuanya gratis. Silakan yang mau belajar. Karena tujuan kami meningkatkan keinginan masyarakat menanam padi,” jelasnya.
Keinginan masyarakat menanam padi, khususnya yang organik, pun telah menjadi perhatian sejumlah petani. Selain Olih, terdapat juga pertanian organik di Desa Salassae, Sulawesi Selatan. Mereka semua bersama-sama meningkatkan nilai tambah komoditi organik yang telah diminati pasar dalam dan luar negeri.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman pun menyatakan Kementan serius mengembangkan beras organik dengan merencanakan kedaulatan pangan yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. (advertorial)