TRIBUNNEWS.COM – Kementerian Pertanian terus melakukan upaya peningkatan dan keberlangsungan produksi jagung guna menjaga dan menjamin ketersediaan jagung sebagai bahan pakan sampai akhir tahun 2015.
Untuk menjamin kebutuhan jagung sebagai bahan pakan ternak di bulan November hingga Desember 2015, Jumat (6/11/2015), Direktur Pakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian, Nasrullah, bersama tim pemantau melakukan pengecekan langsung secara serentak lahan jagung yang masih berproduksi di daerah sentra produksi jagung.
Beberapa tempat yang didatangi di antaranya Nganjuk, Kediri, Blitar, dan Jember (Jawa Timur), Gowa, Takalar, Bantaeng (Sulawesi Selatan), Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat.
“Kementerian Pertanian mulai kemarin Kamis (5/11/2015) sampai hari ini menurunkan tim secara serentak di empat provinsi yang merupakan sentra produksi jagung. Yaitu Jawa Timur, Sumatera Utara, NTB, dan Sulawesi Selatan. Ini untuk memastikan kebutuhan stok jagung akhir tahun 2015 dapat dipenuhi sendiri dalam negeri,” kata Nasrullah saat mengecek lahan jagung di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Nasrullah memaparkan, Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi jagung memiliki potensi lahan jagung yang luar biasa, sehingga sampai akhir tahun 2015 masih berlangsung kegiatan panen.
Saat ini lahan jagung yang sedang ditanami petani dan akan dipanen di akhir bulan November hingga Desember 2015 sebesar 10 ribu hektare (ha). Tingkat produksinya pun mencapai rata-rata 7,5 ton per ha.
"Berdasarkan pengecekan langsung kami, di Sulawesi Selatan masih ada jagung yang akan dipanen yaitu sebanyak 10 ribu hektare di bulan November hingga Desember. Artinya stok jagung di Sulawesi Selatan yang tersedia sebanyak 75 ribu ton," papar Nasrullah.
Adapun sebaran lahan jagung akan dipanen di bulan November hingga Desember itu mencapai 2.500 ha di Kabupaten Gowa, 1.500 ha di Kabupaten Takalar, 1.000 ha di Kabupaten Bantaeng, 4.000 ha di Kabupaten Wajo dan 1.000 ha di Kabupaten Pinrang.
Lahan jagung ini merupakan lahan dataran rendah (low land).
Selain itu, lanjut Nasrullah, berdasarkan data Angka Ramalan (ARAM II) Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung tahun 2015 diperkirakan sebanyak 19,83 juta ton pipilan kering atau mengalami kenaikan sebanyak 0,82 juta ton (4,34 persen) dibandingkan tahun 2014.
Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 1,85 kuintal/hektar (3,73 persen) dan kenaikan luas panen seluas 22,61 ribu hektar (0,59 persen).
“Dari data BPS dan pengecekan langsung di lapangan, kami optimis produksi jagung dalam negeri cukup memenuhi kebutuhan pakan. Ini sudah jelas,” tegas Nasrullah.
Untuk itu, Nasrullah optimis kebutuhan jagung untuk bahan pakan sebesar 500 ribu ton bisa dicukupi dari produksi dalam negeri.
Hal ini terlihat dari masih adanya jagung yang dibudidayakan petani saat ini, khususnya petani di Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi jagung nasional.
Saat mengecek lahan jagung, Nasrullah berdialog dengan para petani di Desa Tindang, Kecamatan Bontonompo Selatan, Gowa.
Informasi yang diperoleh yakni harga jagung di tingkat petani saat ini Rp 2.800 hingga Rp 3.200 per kilogram dengan kadar air 25 persen.
Sedangkan harga di gudang pabrik sebesar Rp 3.300 hingga Rp 3.800 per kg.
Harga jagung tersebut sangat dinikmati oleh para petani. Sebab, harga sebelumnya hanya sebesar Rp 1.700 per kg. Itu sangat membuat petani rugi total dan tidak bergairah menanam jagung.
Ansuar, salah seorang petani jagung mengatakan, harga minimal dapat memberikan keuntungan dan gairah petani untuk menanam yakni Rp 3.000 per kg. Sehingga apabila terjadi impor jagung, maka harga jagung akan anjlok.
"Kalau sudah seperti itu, kami petani akan merugi dan pastinya tidak mau tanam jagung lagi," ujar Ansuar.
Selain itu, menurut Ansuar, stok jagung di Sulawesi Selatan saat ini melimpah. Hal ini terlihat dari truk yang mengakut jagung ke pabrik dapat menginap sampai 2 hari karena mengantre untuk membongkar muatan masuk ke gudang pabrik.
"Untuk itu kami minta pemerintah agar tidak impor jagung, kasihan petani yang baru kali sedang menikmati harga bagus," tutur Ansuar. (advertorial)