TRIBUNNEWS.COM – Gagal panen (puso) yang sering menghantui petani Indonesia telah mendapatkan solusinya kini. Solusi tersebut bernama asuransi pertanian yang diluncurkan Kementerian Pertanian sejak Juli 2015 lalu.
Asuransi pertanian tersebut memungkinkan petani yang mengalami gagal panen dan merugi, mendapatkan klaim asuransi yang disediakan pihak ketiga.
Kementerian Pertanian melandasi program tersebut dengan dasar hukum yang kuat. Pada tanggal 13 Juli 2015 telah ditandatangani Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 40 Tahun 2015 tentang Fasilitas Asuransi Pertanian.
Dalam Permentan tersebut, disebutkan asuransi pertanian mulai berlaku untuk masa tanam padi Oktober 2015 hingga Maret 2016. Dana yang disiapkannya sendiri besar, yakni Rp 150 miliar untuk 1 juta hektare lahan sawah.
Adapun petani yang ingin mengajukan klaim pembayaran asuransinya dapat melakukannya melalui dua cara. Pertama, skema premi swadaya yang terbagi dalam tiga jenis: mandiri, kemitraan, dan kredit.
Pembayaran premi mandiri merupakan iuran yang seluruhnya ditanggung petani yang bersangkutan. Sementara premi pola kemitraan memungkinkan pembayaran iuran disesuaikan dengan kesepakatan petani dan perusahaan yang menjadi mitra.
Adapun premi pola kredit sedikit berbeda. Jenis skema premi tersebut memungkinkan pembayaran iuran disesuaikan dengan kredit yang sedang diambil petani.
Sementara klaim pembayaran asuransi dengan skema kedua melibatkan pemerintah sebagai aktor utama. Sumber dananya berasal dari APBN-P 2015 sebesar Rp 150 miliar. Dalam skema APBN ini pemerintah akan menanggung 80% pembayaran, sementara sisanya oleh petani.
Dalam ketentuan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), premi yang dibayarkan tertulis sebesar Rp 180.000 per hektare. Dengan demikian pemerintah akan menanggung Rp 144.000 dan petani Rp 36.000 per hektare.
Jika nantinya ada 1 hektare lahan pertanian yang rusak, petani akan mendapat asuransi sebesar Rp 6 juta.
Direktur Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian Mulyadi Hendiawan mengatakan, sosialisasi asuransi pertanian telah digelar sejak Juli 2015 lalu. Ia pun menyatakan para petani sudah mulai mendaftarkan diri pada akhir Agustus 2015.
Sistem pendaftarannya sendiri tidak rumit. Para petani yang ingin mendapat asuransi tinggal menghubungi kelompok tani masing-masing sambil menunggu pihak Kementerian Pertanian mendata mereka.
Di sisi lain, Mulyadi mengatakan pihaknya menargetkan 1 juta hektare lahan terkover dengan jumlah petani 4 juta kepala keluarga dengan rata-rata kepemilikan tanah 0.25 hektare.
Dengan adanya asuransi pertanian tersebut, petani Indonesia dapat mengklaim kerugian yang dialami pada lahan mereka.
Apalagi ganti rugi yang dapat diklaim bukan hanya gagal panen saja, tapi juga bencana alam, serangan Organisme Penganggu Tanaman (OPT), penyakit hewan menular, perubahan iklim, banjir, dan kekeringan.
Hingga Agustus 2015, setidaknya 16 provinsi telah ditetapkan sebagai daerah prioritas untuk program asuransi pertanian.
Provinsi tersebut di antaranya Jawa Timur dengan 160 ribu ha, Jawa Tengah dengan 155 ribu ha, Jawa Barat dengan 115 ribu ha, Sulawesi Selatan dengan 75 ribu ha, Sumatera Selatan dengan 75 ribu ha, dan Lampung dengan 60 ribu ha.
Dengan adanya asuransi pertanian, masa kekeringan panjang seperti yang terjadi beberapa bulan lalu tidak lagi menjadi ancaman dan persoalan. Petani Indonesia akan terbantu jika mengalami gagal panen.
Apalagi kini sudah menjadi kewajaran yang kurang mengenakkan bahwa lahan pertanian semakin sempit. Beban petani pun menjadi semakin berat. Dengan asuransi pertanian, Kementerian Pertanian berharap petani Indonesia dapat terus maju dan sejahtera apapun kondisinya. (advertorial)