Meski sudah mendapat gambaran mengenai keunggulan kemoterapi tetap saja rasa takut tak mau pergi dari hati kecilku kata Mary Laurensia wanita kelahiran 6 Agustus 1969. Meski dari Jakarta menunju rumah sakit FUDA di Ghoangzho telah mempersiapkan rambut palsu dan topi untuk menutupi botak akibat rambut rontok, terselip pertanyaan bagaimana penampilaku setelah kepalaku botak .
Perjuangan pertamaku melawan kanker terasa begitu berat. Sakit fisik yang kualami ditambah rasa rindu yang dalam terhadap anak-anak yang ditinggal di Jakarta membuatku kewalahan saat menghadapi kemoterapi yang pertama.
Usai kemoterapi kedua perubahan signifikan tampak pada sel kanker ku . Aku semakin antusias menjalani kemoterapi ketiga . Selesai kemoterapi ketiga aku diminta radiasi sebanyak 35 kali tanpa putus . Itu berarti selama 35 hari non stop sel kankerku dihantam penyinaran.
Disatu sisi aku sangat merindukan anak –anak . Aku memberanikan diri untuk bertanya, bisakah radiasi dilakukan di Jakarta. Bermodalkan surat rujukan dari Guangzho , aku menjalani radiasi di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta.
Selama melakukan radiasi ada pengalaman yang tidak terlupakan dimana dokter melarangku mandi. Tubuh bagian atas tidak boleh dilap sama sekali karena bisa membuat kulit gosong. Jadi selama 35 hari aku hanya memandikan tubuh bagian bawah.
Begitu dua minggu setelah radiasi selesai dan dokter radiologi mengeluarkan izin mandi, aku girang sekali. Mandi kali itu menjadi surge .Begitu rutinitas kecil ini bisa membuatku lega. Rasanya puas sekali ketika guyuran air membasahi seluruh bagian tubuhku.
Rasa lega terasa saat kulit ketiak yang melempuh sembuh. Aku bebas menggunakan baju berlengan lagi. Rasa puas puas sama sewaktu sewaktu rambut yang baru mulai bersemi memenuhi kepalaku. Aku tidak sabar melihatnya tumbuh panjang . Meski baru tumbuh 2 hingga 3 sentimeter kata temanku rambutku yang sekarang kebih bagus dari pada sebelumnya. Ya iyalah ini kan rambut kiriman dari Sang Pencipta. Betapa Tuhan mengajariku untuk lebih bersyukur akan segala hal.
Dirinya Lebih Siap Menghadapi Kanker Dari Pada Menghadapi Orang yang Membuat Pikirannya Pusing
Bagi Tan Hong Sen dirinya siap menghadapi kanker dari pada menghadapi orang yang membuatnya pusing pikirannya. Menurutnya menghadapi kanker pilihannya. Menurutnya menghadapi perkara kanker pilihannya hanya dua, yaitu hidup atau mati.
“ Lebih baik saya berjuang untuk hidup dengan mengalahkan kanker ketimbang stress mikirin orang yang berniat menghancurkan usahanya.”
Pemikiran itu disimpulkan Tan ketika secar berturut turut mengalami pergumulan hidup sepanjang tahun 2011. Pertama bisnisnya yang dirintis dari bawaj dicederai orang yang tidak bertanggung jawan . Kedua kanker kolonrektal stadium dua mengincar dirinya. Dan dengan akal sehat serta dukungan dari istri serta ke empat anaknya. Tan dengan lantang memilih menhgadapi kanker dengan gagah berani ketimbang terus terseret pikiran orang yan telah mengagalkan bisnisnya.
“ Hidup saya lebih berharga ketimbang bisnis saya. Sekarang saya hanya ingin enkoy menjalani hari-hari saya. Hidup begini lebih enak lho , lebih bahagia. “