TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Menyusul pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai situasi darurat kesehatan internasional terkait ebola, Pemerintah Indonesia menyatakan kesiagaan, Jumat (8/8/2014).
Hampir 1.000 orang di dunia meninggal akibat wabah yang muncul di wilayah Afrika Barat itu.
Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, Jumat, di Jakarta, mengatakan, seiring penetapan status darurat terkait ebola, itu berarti wabah sudah bukan lagi menjadi masalah negara terjangkit semata.
Semua negara di dunia harus lebih waspada. Indonesia, lanjutnya, sudah melakukan beberapa langkah pencegahan. Salah satunya penyiapan kantor kesehatan pelabuhan di pintu-pintu masuk, terutama di bandar udara.
Rumah sakit yang dulu menjadi tempat rujukan penanganan flu burung juga disiapkan.
Selain itu, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan level keamanan biologi tiga (biology safety level 3) telah siap dipakai untuk memeriksa jika ada pasien terduga ebola di Tanah Air.
Meski demikian, larangan bepergian ke negara terjangkit belum dilakukan. Pemerintah sebatas mengimbau masyarakat yang hendak bepergian ke negara terjangkit agar menunda keberangkatan.
”Kalau tidak mendesak, sebaiknya rencana kepergian ditunda,” kata Ghufron.
Koordinasi dengan Kementerian Agama terkait calon jemaah haji yang akan pergi ke Tanah Suci juga telah dilakukan.
Ghufron menyebutkan, Pemerintah Arab Saudi tak menerbitkan visa haji bagi sekitar 7.400 calon jemaah haji dari negara terjangkit.
Ebola pertama kali dilaporkan tahun 1976 di dua tempat, yakni Nazra (Sudan) dan Yambuku di Republik Demokratik Kongo. Yambuku terletak dekat dengan Sungai Ebola sehingga penyakit itu dinamai ebola.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama menyatakan, status darurat ebola bukan hal baru.
Sebelumnya, Komite Darurat WHO yang menentukan apakah penyakit sudah berstatus darurat atau belum, pernah dibentuk untuk penyakit flu babi (H1N1), polio liar, dan sindrom gangguan pernapasan Timur Tengah (MERS-CoV).
Secara klinis, mereka yang terinfeksi ebola mengalami gejala demam, lemas, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorok, muntah, diare, yang memicu kerusakan ginjal dan hati, serta perdarahan.
Ebola tak menular lewat percikan di udara, tetapi lewat kontak langsung dengan darah, feses, dan lain-lain dari pasien.
”Dengan gejala-gejala itu, kecil kemungkinan orang terinfeksi ebola bisa bepergian dengan pesawat,” ujarnya.