TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Gagasan tentang regenerasi sel mulai muncul ketika Prof Fedik Abdul Rantam pulang ke Tanah Air pada 1998.
Peneliti yang dinobatkan sebagai profesor pada 2007 itu menemukan teknologi tissue culture yang diyakini sama dengan stem cell.
"Basic-nya sama. Hanya berbeda di proses saja. Kalau stem cell, sel-sel baru memiliki kecenderungan setelah divalidasi. Sel-sel ini bisa cocok untuk hati, kulit atau organ lain," ungkapnya.
Dia mulai mengutak-atik sel untuk memproduksi sel punca itu setelah mendapatkan tantangan dari Ferdiansyah.
Dia meminta syarat, Ferdiansyah harus mengurusi aplikasi temuannya. Sedangkan Fedik berkonsentrasi di teknologi selnya.
Pasalnya, dia tidak ingin penelitiannya hanya berakhir di karya ilmiah saja.
Ada satu kejadian yang sulit di lupakan Fedik. Dia pernah dibuat tertawa terpingkal-pingkal oleh Ferdiansyah.
"Suatu hari, saya tunjukkan dia sel-sel yang sudah saya proses lewat mikroskop. Lha setelah meneropong lensanya, dia ngomong lho endi sele? (mana selnya?). Saya ngakak dengarnya. Maklum dia lama tidak pegang mikroskop," kenang Fedik.
Laboratorium ITD menjadi rumah kedua bagi Fedik. Bergelar profesor, tidak membuat Fedik pelit ilmu.
Dia setia menemani para peneliti yang memanfaatkan fasilitas laboratorium stem cell yang dikepalainya.
Selain menjadi peneliti, Fedik juga menjadi pengguna stem cell. Sudah lima kali tubuhnya diinjeksi stem cell. Terakhir, stem cell disuntikkan di bagian punggungnya.
Suntikan itu menjadi terapi Fedik yang baru saja menjalani operasi tulang belakang akibat syaraf yang terjepit, Jumat (12/9/2014) lalu.
"Hasilnya alhamdulillah saya bisa beraktivitas setelah operasi," katanya.
Menurut beberapa peneliti binaannya, pascaterapi stem cell, kulit Fedik berubah menjadi halus dan putih.