News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Sindrom Cinderella Complex: Manja dan Penuh Khayalan

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Cuplikan adegan film Cinderella.

TRIBUNNEWS.COM - Sosok perempuan dalam dongeng Cinderella begitu cantik dan baik hati. Kisahnya pun menyentuh hati dan menyedihkan, walau berakhir bahagia.

Sayangnya, kisah Cinderella disulap cantik oleh peri lalu ketinggalan sepatu kacanya saat menghadiri undangan pesta dansa tak seindah kenyataannya dalam dunia psikologi.

Dalam sebuah buku berjudul "The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence" (1981) Collete Dowling menjelaskan sindrome Cinderella Complex (CC) sebagai sebuah keinginan di bawah ketidaksadaran untuk diurus oleh orang lain atau keadaan yang dialami seorang perempuan di mana ia sangat ingin dilindungi dan membutuhkan seorang pria sebagai tameng dalam kehidupannya.

Sehingga secara tidak sadar perempuan ini memiliki rasa tidak percaya diri akan kemampuan dirinya sendiri dan tidak mandiri.

Menurut Psikolog Elly Risman, dari Yayasan Kita dan Buah Hati, gejala Cinderella Complex atau sering disebut juga dengan sindrom 20, 21, 22, 23 dan seterusnya. Mengapa?

Karena sindrom ini dialami oleh perempuan pada usia twentysomething (duapuluhan dan seterusnya selama ia masih tetap mengharapkan sosok pangeran khayalan seperti dalam dongeng Cinderella yang datang dan menyelamatkannya).

Seorang perempuan dengan gejala Cinderella Complex pada dasarnya merindukan sosok seperti seorang ayah untuk dijadikan pasangannya.

Sifat mengayomi, dewasa, dan melindungi adalah sifat dominan yang diinginkan.

Bahayanya, apabila seorang perempuan dengan sindrom CC ini tidak mendapatkan pasangan sesuai dengan yang diharapkannya, maka ia akan sangat kecewa dan menuntut pasangannya menjadi sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Masa kecil

Lantas, adakah yang salah dengan wanita yang mengalami CC?

Menurut Elly Risman, ternyata perempuan yang mengalami CC ini pada masa kecilnya terbiasa dimanja, tidak diajarkan untuk menerima kenyataan hidup, dan dicekoki banyak harapan tentang kisah yang berakhir bahagia tanpa mengetahui bahwa akhir yang bahagia adalah hasil dari perjalanan atau proses panjang dari suatu upaya dan perjuangan.

Akibatnya, jika terlibat masalah mereka tidak tahan terhadap invasi kekuasaan dari lingkungan, mereka tidak mampu berpikir tentang dirinya apalagi menangani masalah yang menimpa, karena sejak kecil semua masalahnya diatasi bunda, ayah atau pengasuhnya.

Tanpa disadari para orangtua memiliki peran esensial dalam pola pengasuhan anak sejak dini, apabila orangtua sering membela kesalahan yang dilakukan anak, over-protective, dan selalu menuruti keinginan anak, orang tua tersebut telah membentuk kepribadian anak perempuan mereka menjadi seorang putri dengan sindrom CC.

Okke Nuraini Oscar/intisari-online.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini