Sekiranya dalam keadaan darurat sekalipun bahwa harus diambil organ tubuh seorang pasien, dokter bisa mengambil tindakan jika pilihannya adalah hidup atau mati.
"Tapi ini kan kista nunggu 6 bulan pun tidak membahayakan. Karena waktu itu dia memang tidak dalam keadaan emergency. Jadi tidak ada alasan untuk mengambil dua indung telurnya," kata Hotman Paris.
Setelah adanya pertemuan dari kedua belah pihak, RS Grha Kedoya mengakui bahwa telah terjadi kesalahan berupa pengambilan dua indung telur pasien tanpa izin dan pemberitahuan terlebih dahulu.
Namun dalam pertemuan itu terjadi perdebatan sengit karena manajemen RS Grha Kedoya bersikukuh bahwa kesalahan yang dilakukan oleh dokter bukan menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit.
Baca: Jambret Sadis yang Bikin Penumpang Ojek Tewas di Cempaka Putih Akan Dijerat 5 Tahun Penjara
Menurut manajemen hal itu telah menjadi Standar Operasional dan Prosedur (SOP) RS Grha Kedoya. Pihaknya juga telah menindak dokter Hardi Susanto dengan cara men-skornya.
"Untuk memberikan informasi apakah itu termasuk ke dalam substansi medis kami tidak bisa memberikan suatu informasi karena kami adalah manajemen dimana secara profesional akan diatasi sendiri oleh proses di ranah hukum dan di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)," kata Wakil Direktur RS Grha Kedoya, Hiskia Satrio Cahyadi.
Hotman Paris lantas menanggapi kembali pernyataan Wakil Direktur RS Grha Kedoya tersebut. Menurutnya, jawaban seperti itu merupakan bentuk pembelaan dari manajemen rumah sakit.
RS Grha Kedoya seolah-olah melimpahkan kesalahan sepenuhnya kepada dokter Hardi Susanto yang membuang dua indung telur pasiennya tanpa izin dan pemberitahuan.
Dikatakan Hotman Paris, Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum (KUH) Perdata mengatakan seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas perbuatan dirinya sendiri tapi juga atas perbuatan orang yang bekerja dengannya. Apalagi, semua uang yang dibayarkan pasien untuk biaya operasi masuk ke rekening rumah sakit.
Agar manajemen RS Grha Kedoya semakin paham, Hotman Paris mengambil contoh dari dirinya dan dan sopirnya. Tidak peduli apakah sopirnya pekerja kontrak atau pekerja tetap, Hotman Paris tetap harus ikut bertanggungjawab jika terjadi suatu masalah yang diperbuat oleh sopirnya.
"Jadi kesimpulannya tadi tidak ada titik temu. Pihak rumah sakit mengakui bahwa memang ada kesalahan di pihak dokter. Cuma dia bilang SOP rumah sakit sudah jelas, seolah-olah menyalahkan dokternya. Kesimpulan kami, kami akan lari ke ranah gugatan perdata. Kami akan gugat rumah sakit berikut dokternya dalam waktu dekat untuk minta keadilan ke pengadilan," ucap Hotman Paris.
Dikatakannya, gugatan perdata di pengadilan tidak tergantung pada hasil pembuktian MKDKI atau Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea bersama korban dugaan malapraktik mendatangi Rumah Sakit (RS) Grha Kedoya Jakarta Barat, Selasa (10/7/2018).
Hotman Paris tiba di RS Grha Kedoya sekitar pukul 14.00 WIB menggunakan mobil Bentley warna hitam miliknya. Ia, timnya dan terduga korban malapraktik yang bernama Selvy (28) serta teman korban, Jules, kemudian menuju ke lantai lima untuk bertemu manajemen RS Grha Kedoya.