Laporan Reporter Warta Kota, Fitriyandi Al Fajri
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak tiga warga Kota Bekasi diduga suspek difteri dan kini mendapat perawatan dari rumah sakit dan pengawasan dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi dalam proses penyembuhan.
"Masih dugaan karena hasil uji laboratorium dari Badan Teknologi Kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan belum kami dapatkan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Dezi Syukrawati, Ahad (3/3/2019).
Dezi mengatakan, tiga orang yang diduga suspek difteri ini terungkap saat mereka menjalani pemeriksaan di rumah sakit di DKI Jakarta beberapa hari lalu.
Gejala penyakit yang mereka alami mirip seperti difteri, yakni kerongkongan sakit, batuk, demam tinggi hingga mengeluarkan lendir di bagian hidung.
Atas gejala tersebut, rumah sakit kemudian berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk mengawasi pasien tersebut. "Kondisi pasien saat ini masih dalam proses penyembuhan, kita masih menunggu hasil laboratorium karena demam yang mereka alami bisa saja karena penyakit DBD atau tifus," ujarnya.
Baca: Mayat Bayi Ditemukan Mengambang di Bantaran Kali Ciliwung
Berdasarkan catatannya, pada 2018 lalu jumlah kasus yang diduga suspek difteri mencapai 26 orang. Namun setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan, empat orang dinyatakan positif.
Satu di antaranya meninggal dunia karena daya tahan tubuhnya tidak mampu mengalahkan virus tersebut.
Sementara untuk periode 2017 lalu, jumlah kasus yang diduga suspek difteri ada 26 orang juga dan empat orang di antaranya positif difteri.
Namun mereka dinyatakan sembuh dari penyakit itu setelah mendapat serangkaian pengobatan. "Penyakit ini tidak hanya menyerang anak balita dan remaja, tapi juga orang dewasa. Apalagi saat masih kecil, orang dewasa itu belum mendapatkan vaksin difteri," ungkapnya.
Baca: Tiru Setu Babakan, Dua Danau Alami di Kota Depok Akan Direnovasi Jadi Destinasi Wisata
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati menambahkan, bayi yang baru lahir pada umumnya menjalani vaksinasi difteri, pertusis dan tetanus (DPT) I hingga III secara bertahap.
Tujuannya untuk memberikan daya tahan tubuh terhadap penyakit ini yang disebabkan oleh bakteri corynebacterium.
"Kita sering mengimbau kepada orang tua agar anaknya yang baru lahir segera divaksin DPT karena sangat penting untuk kekebalan tubuh," kata Tanti.
Dia menyatakan, di daerah lain penyakit ini bisa mengakibatkan kematian. Gejala penyakit tersebut adalah demam tinggi, hilangnya nafsu makan dan hidung kerap mengeluarkan lendir serta batuk.
"Penyakit ini bisa menular lewat udara dan lendir seperti air liur, apalagi saat daya tahan tubuh sedang lemah. Bila tidak segera ditangani, bisa mengakibatkan kematian," ungkapnya.
Tanti menyatakan, sejak awal tahun pihaknya telah gencar melakukan sosialisasi terhadap ancaman penyakit difteri. Sosialisasi dilakukan mulai dari posyandu, puskesmas, sampai dengan rumah sakit milik pemerintah daerah maupun swasta.
Apalagi pada 2017 lalu, Kementerian Kesehatan pernah menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) terhadap penyakit ini di tiga provinsi. Ketiga provinsi itu adalah Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.
"Kita selalu mendapat pendampingan dan menjalin koordinasi dengan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kementerian Kesehatan terkait masalah ini," ujarnya.