News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Strategi Turunkan Prevalensi Perokok, Produk Tembakau Alternatif Perlu Regulasi Khusus

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Diskusi Publik dengan tema “Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains, Kebijakan, dan Regulasi” yang diselenggarakan oleh Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) hari ini di Jakarta.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pakar kesehatan dan akademisi mendesak regulasi khusus untuk produk tembakau alternatif yang mengandung nikotin atau tembakau seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

Hal itu mendesak dilakukan sebagai strategi konkret untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia.

Prof. Dr. drg. Achmad Syawqie Yazid, Pembina Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) menjelaskan berbagai kebijakan telah diambil untuk menurunkan jumlah perokok aktif di Indonesia, baik itu melalui regulasi, edukasi, ataupun metode berhenti merokok, seperti layanan dan klinik konseling, metode cold turkey serta nicotine replacement therapy (koyo nikotin, permen karet nikotin, snuff, dan lain-lain).

Namun pada kenyataannya tingkat perokok di Indonesia tidak mengalami penurunan.

Menurut dia, permasalahan rokok di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bersama, terutama upaya untuk mengurangi konsumsi merokok.

Diperlukan cara yang lebih efektif sehingga masyarakat memiliki alternatif untuk mengatasi adiksi terhadap rokok.

Topik hangat tersebut menjadi pembahasan pada Diskusi Publik dengan tema “Pengurangan Bahaya Tembakau dalam Perspektif Sains, Kebijakan, dan Regulasi” yang diselenggarakan oleh Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) dan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) hari ini di Jakarta.

Baca: Inspiratif! Sebuah Pulau di Yunani Menjadi Pulau Bebas Rokok Pertama di Dunia

“KABAR dan CHAPTERS memiliki komitmen yang sama dalam melihat permasalahan rokok di Indonesia, oleh karena itu inisiatif ini dijalankan untuk memberikan pemahaman secara holistik kepada pemangku kepentingan. Hal ini didukung dengan bukti ilmiah dan kebijakan pengurangan bahaya tembakau sebagai strategi untuk menurunkan prevalensi perokok di Indonesia,” kata Syawqie, Kamis (28/3/2019).

Syawqie menambahkan kebijakan pengurangan bahaya tembakau yang dimaksud yakni dengan meregulasi produk tembakau alternatif yang mengandung nikotin atau tembakau seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

Peraturan tentang produk tembakau alternatif tidak bisa disamakan dengan peraturan rokok mengingat dari sisi kesehatan, yang berdasarkan bukti ilmiah, jelas bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah.

Berdasarkan kajian ilmiah yang telah dilakukan di sejumlah negara, Indonesia perlu mengadopsi prinsip pengurangan bahaya bagi penggunaan produk tembakau.

Di Inggris, pada tahun 2012 jumlah perokok mencapai 19,3 persen dari total populasi dewasa dan kemudian menurun drastis hingga 14,9 persen di tahun 2017 setelah menggunakan produk tembakau alternatif.

Selain itu, berdasarkan kajian ilmiah dari Georgetown University Medical yang bertajuk “Potential Deaths Averted in USA by Replacing Cigarettes with E-Cigarettes” dan dipublikasikan dalam Jurnal Tobacco Control menyatakan, diperkirakan sebanyak 6,6 juta orang di Amerika Serikat dapat terhindar dari kematian dini melalui penggunaan produk tembakau alternatif.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dari Kementerian Kesehatan menunjukkan terdapat sekitar 68 juta jiwa perokok di Indonesia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini