Jika produk tembakau alternatif ini diterapkan di Indonesia, maka dapat dibayangkan jutaan jiwa yang dapat terhindar dari kandungan berbahaya yang ada di dalam rokok.
Data Riskesdas di atas juga mencatat Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok aktif terbesar di dunia dan prevalensi perokok di Indonesia memiliki tren yang cenderung meningkat dari 27 persen pada tahun 1995 menjadi 33,8 persen pada tahun 2018.
Tidak hanya itu, WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2017, menyebutkan prevalensi perokok di Indonesia pada pria sebesar 64,9 persen sedangkan wanita sebesar 2,1 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia mengalami darurat rokok.
“Pemerintah seharusnya bergerak cepat untuk membuktikan lebih lanjut melalui kajian khusus dengan melibatkan peneliti terbaik di Indonesia. Jika hasilnya terbukti mendukung dapat menekan prevalensi perokok, Indonesia bisa menjadi acuan bagi negara lain dalam mengurangi jumlah perokok dan bahaya merokok melalui penggunaan produk tembakau alternatif,” kata Syawqie.
Lutfi Mardiansyah, Ketua dan Pendiri Center for Healthcare Policy and Reform Studies (CHAPTERS) melihat seharusnya tidak ada keraguan dari Pemerintah untuk menindaklanjuti penelitian yang sudah dilakukan oleh negara lain.
Sejumlah langkah yang diambil untuk menekan konsumsi rokok di Indonesia terbukti belum mencerminkan hasil yang signifikan.
“Dari sisi kesehatan, seharusnya produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi untuk mengurangi risiko kesehatan, terutama mengurangi penyakit yang disebabkan oleh rokok. Perlu dukungan semua pihak agar tujuan untuk mengatasi permasalahan kesehatan akibat rokok dapat segera diatasi, salah satunya kebijakan yang kuat dari Pemerintah berdasarkan kajian ilmiah yang komprehensif,” kata Lutfi.
Prof. Tikki Pangestu, Visiting Professor Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore mengatakan, saat ini, sudah banyak penelitian ilmiah yang kuat, mutlak, dan jelas mengenai produk tembakau alternatif yang mendukung pengurangan bahaya tembakau sebagai manfaat bagi kesehatan masyarakat, khususnya dalam pengembangan sistem untuk mengonsumsi nikotin dengan bahaya yang lebih rendah.
Menurut Tikki, secara umum setidaknya terdapat dua hal yang menjadi kesimpulan berbagai penelitian ilmiah mengenai produk tembakau alternatif.
Pertama, produk tembakau alternatif rata-rata 90 – 95 persen lebih rendah risiko dibandingkan rokok yang dibakar terkait jumlah bahan beracun yang terdeteksi.
Kedua, produk tembakau alternatif dapat membantu perokok mengurangi ketergantungan terhadap produk tembakau, atau bahkan dapat berhenti merokok.
Pemerintah di setiap negara diharapkan dapat mengakomodir kepentingan khalayak luas dengan menyediakan akses informasi yang jelas dan akurat mengenai produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.
“Dari sisi kebijakan, selain masyarakat menjadi lebih teredukasi dan memperoleh haknya sebagai konsumen, hal ini juga menjadi strategi untuk memastikan peningkatan kesehatan dan lingkungan yang lebih baik,” kata Tikki.