TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Informasi terkait Bajakah yang diklaim mampu menyembuhkan kanker ramai dibicarakan publik belakangan ini.
Kepala Balai Besar Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu Akhmad Saikhu menjelaskan Bajakah merupakan istilah bagian tanaman.
Terkait keampuhan Bajakah dapat menyembukan kanker, menurutnya masih perlu penelitian lebih lanjut.
"Tanpa bermaksud menegasikan hasil penelitian yang dilakukan, (Bajakah) masih klaim sebagai obat kanker. Perlu proses uji lebih lanjut," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (16/8/2019).
Menurutnya, untuk penelitian yang merujuk tanaman obat bisa digunakan sebagai obat penyembuh kanker harus menjalani proses yang panjang dan berurutan.
Pertama, setelah menemukan bahan aktif kimia yang mampu menghambat sel kanker, proses selanjutnya dilakukan dengan proses mengisolasi bahan aktif tersebut dan menguji in-vitro ulang bahan aktif dengan cell line kanker.
"Kalau terbukti menghambat sel kanker, lanjut uji pada hewan yang coba yang dibuat kanker. Jika uji hewan terbukti, baru masuk uji klinis pada manusia, itu pun harus menggandeng industri farmasi supaya bahan uji diproduksi secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik)," ujar Akhmad.
Ia juga menyampaikan, dalam uji klinis terdiri dari 3 fase, meliputi uji fase 1, uji farmakokinetik, dan farmakodinamik.
Setelah terbukti terdistribusi menuju jaringan kanker dan mampu menghambat sel kanker, proses dilanjut ke uji klinis fase 2 untuk pembuktian efikasi pada sample pasien kanker dengan jumlah terbatas.
"Lalu apabila uji fase 2 terbukti, baru masuk uji fase 3 untuk melihat efektivitas pada jumlah pasien yang lebih banyak," ujar Akhmad.
Proses terakhir, yakni setelah terbukti lolos uji fase 3, bisa dilakukan produksi secara ekonomi untuk dimintakan izin edar pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Oleh karena itu, Akhmad mengimbau masyarakat untuk tidak dianjurkan konsumsi tanaman obat secara sembarangan.
"Bagi penderita kanker, sebaiknya konsultasikan kepada dokter yang ahli di bidangnya," ujar dia.
Akhmad menambahkan, selama ini Badan Litbangkes telah mendata mengenai pengetahuan etnofarmakologi, ramuan obat tradisional, dan tumbuhan obat di Indonesia melalui Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja).