News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Eksklusif Tribunnews

ODHIV Terpaksa Pinjam Obat Pasien Lain karena Stok ARV Terbatas

Editor: Deodatus Pradipto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis Indonesia AIDS Coalition (IAC) Ferry menunjukan obat HIV/AIDS saat melakukan sesi wawancara dengan Tribunnews, di Jakarta, Kamis (28/11/2019). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

Aditya menuturkan banyak ODHIV dan ODHA yang saling pinjam obat di antara mereka. Hal ini dilakukan untuk memastikan mereka tetap berada dalam keadaan sehat.

Aditya Wardhana mengatakan konsumsi ARV dan kondisi sehat berkorelasi dengan stigma dan diskriminasi kepada ODHA. Semakin cepat ODHA diobati, maka stigma dan diskriminasi akan menurun.

"Edukasi dari ODHA sehat ke orang-orang jadi lebih mudah. Segeralah pemerintah sediakan obat yang aman dan memadai," kata Aditya kepada Tribun Network di kantornya, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Untuk membantu memastikan ketersediaan ARV, Indonesia AIDS Coalition membuka sistem pengaduan terbuka melalui laman Facebook ODHA Berhak Sehat. Jika ada yang mengadukan kekosongan IAC akan membantu melaporkan kepada Kementerian Kesehatan Subdit HIV untuk segera memastikan ketersediannya. Laporan di laman Facebook itu pun menjadi data lapangan.

"Pasien itu adalah pihak yang dirugikan ketika obat kosong. Dialah yang kemudian akan lebih dulu teriak dibandingkan layanan. Jadi kita ingin buka ruang publik seperti social monitoring untuk ruang transparansi akuntabilitas yang dijalankan pemerintah," tutur Aditya.

Aktivis Indonesia AIDS Coalition (IAC) Ferry menunjukan laman Facebook yang digunakan para pengidap HIV/AIDS dari seluruh Indonesia untuk berbagi informasi ketersediaan obat di Kantor IAC, di Jakarta, Kamis (28/11/2019). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (TRIBUN/DANY PERMANA)

Langka Dalam Satu Bulan ke Depan

Aditya Wardhana menuturkan ketersediaan ARV yang menipis dapat diartikan dalam jangka waktu satu atau dua bulan ke depan ODHA yang mengonsumsi ARV akan menghadapi kesulitan dalam mengakses obat ARV karena stok obat habis. Aditya menilai respons pemerintah terkait pengadaan obat ARV ini dirasa kurang padahal dananya sudah tersedia dan bahkan beberapa obat sudah tercantum dalam E-Katalog.

Berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Kesehatan mengenai stok ARV nasional per tanggal 22 November 2019, untuk obat ARV jenis TLE (Tenovofir, Lamivudin, Zidovudine) dengan jumlah pasien yang dalam pengobatan ARV jenis ini sebanyak 48.981 ODHA hanya tersisa 290.908 botol. Apabila dikalkulasikan stok tersebut hanya akan cukup untuk konsumsi 5,9 bulan ke depan.

Idealnya stok kecukupan ARV dikatakan dalam batas aman bisa dapat menyuplai kebutuhan selama sembilan bulan. Beberapa obat ARV ini masih diimpor sehingga memerlukan waktu yang cukup guna bisa didistribusikan kepada pasien.

"Status merah tidak hanya ARV jenis TLE. Ada beberapa obat lain yang masuk dalam status merah yaitu Abacavir 300mg, Efavirenz 200mg, Liponavir/Ritonavir, Tenofovir 300mg dan Zidovudine Emtricitabine," ujar Aditya.

Status stok obat-obatan tersebut semuanya tidak berada dalam batas aman.‎ Stok terendah adalah obat ARV dari jenis Tenofovir 300mg. Stok yang tersisa hanya untuk 2,5 bulan dan dikonsumsi oleh 29.131 pasien. ARV jenis kombinasi Tenofovir Emtricitabine hanya dapat bertahan selama 1,5 bulan untuk 5.238 pasien.

"Dapat dipastikan, bisa pengadaan obat tidak segera dilakukan secepatnya, mulai dari bulan Januari 2020 ribuan ODHA akan mengalami putus obat.‎ Angka kasus HIV sampai dengan bulan Oktober 2019 menunjukan bahwa dari estimasi 640.443 ODHA yang ada di Indonesia, baru terdapat 368.239 ODHA yang mengetahui statusnya dan hanya 124.813 orang yang masih dalam pengobatan," kata Aditya.

Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Aditya Wardhana menunjukan obat HIV/AIDS saat melakukan sesi wawancara dengan Tribunnews, di Jakarta, Kamis (28/11/2019). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA (TRIBUN/DANY PERMANA)

Data yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan Indonesia termasuk negara yang memiliki cakupan terapi ARV terendah di Indonesia. Berdasarkan data tahun 2018, persentase cakupan terapi ARV di Indonesia hanya 17 persen. Cakupan terapi ARV Indonesia hanya lebih baik dari negara-negara dunia ketiga seperti Madagaskar, Pakistan, Afghanistan, Sudan dan Sudan Selatan.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia adalah negara terburuk untuk cakupan terapi ARV. WHO tidak memiliki data cakupan di Brunei Darussalam dan Timor Leste. Berdasarkan data WHO, jumlah terlapor ODHIV yang menerima terapi ARV di Indonesia sepanjang 2018 adalah 108.000 orang. Estimasi jumlah ODHIV di Indonesia pada 2018 adalah 640.000 orang.

Dokter memeriksa ketersediaan obat antiretroviral untuk mengobati infeksi HIV yang diberikan kepada ODHA setiap bulannya dengan berkunjung ke Ruang Carlo Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Kartu antrean pasien yang akan menggunakan fasilitas di Ruang Carlo Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, Kamis (28/11/2019). Ruang Carlo yang dibuka pada tahun 2009 ditujukan sebagai sarana memberikan dukungan dalam bentuk pencegahan, pengobatan, dan pusat layanan perawatan khususnya mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) serta penyakit lanjut yang memerlukan pendampingan. Ruangan yang dikhususkan untuk Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) itu berawal dari gerakan kesadaran para dokter, perawat dan pengurus di Rumah Sakit St Carolus akan pentingnya pengobatan HIV yang terintegrasi dalam sistem dan kontrol pelayanan kesehatan. Keberadaan Ruang Carlo memberi kesempatan bagi ODHA dan keluarganya mendapatkan kembali kualitas dan makna hidup serta melawan stigma buruk masyarakat. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)
Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini