Laporan wartawan Tribun Network Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sambil duduk di atas sofa hitam yang empuk, Sepi Maulana Ardiansyah mencoba mengingat masa-masa 10 tahun lalu. Itu adalah masa di mana dia harus menerima kenyataan positif terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV).
Sesekali pria yang akrab disapa Davi ini menatap ke dinding rumah bercat putih di sebuah gang kecil di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Davi mengingat momen yang terjadi saat dia masih berusia 17 tahun.
Pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru di sekolahnya membuat kehidupan Davi berubah drastis. Rasa takut dan tidak percaya diri merasuki dirinya. Ancaman dikeluarkan dari sekolah hingga dilaporkan ke orangtua terus terngiang di benaknya.
Davi kemudian memutuskan untuk meninggalkan sekolahnya. Dia juga meninggalkan keluarganya di Cianjur, Jawa Barat. Dia memilih melangkahkan kaki ke Jakarta.
Selama dua tahun Davi bergelut dengan dunia malam di Jakarta. Davi memilih untuk terjun ke lembah hitam sebagai pekerja seks komersial.
Suatu ketika dia mendapatkan penyuluhan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Intermedika soal bahaya perilaku seks menyimpang. Pada penyuluhan itu pula Davi tertantang untuk mengikuti tes HIV.
"Keesokan harinya mengikuti tes. Pertama kali tes usia 19 tahun dan pertama kali itu juga tahu HIV positif," tutur Davi kepada Tribun Network, Selasa (26/11/2019).
Davi merasa terkejut mengetahui dirinya positif HIV. Pikirannya tidak karuan, meski saat itu dia tidak paham betul bahaya dari virus tersebut. Pengetahuannya soal HIV belum luas.
"Waktu tahu positif, aku keluar dari klinik terus bilang ke pendamping LSM, 'Kak, gua positif.' Dia bilang, 'Jangan bilang-bilang. Jangan berisik.' 'Memang kenapa kalau positif?'," kata Davi.
Baca: Dankjoedin Berlari Suarakan Antidiskriminasi kepada Orang dengan HIV
Pertanyaan tersebut terlontar dari mulut Davi karena ketidaktahuannya. Setelah dia itu belajar soal HIV.
Meski positif HIV, Davi mengaku tidak merasakan langsung efek dari virus itu. Dia mengatakan setiap orang memiliki fase kekebalan tubuh yang berbeda-beda. Davi mengaku sejauh ini tidak merasakan gejala apapun. Dia justru merasa masih dalam kondisi sehat.
"Kadang orang berpikir indikatornya adalah demam, padahal tidak harus. Untuk tahu harus tes," ujar pria yang pernah meraih peringkat ketiga kejuaraan bulutangkis se-Jabodetabek ini.
Seiring berjalannya waktu Davi makin sadar pentingnya informasi soal bahaya HIV. Pada tahun 2011 dia berkonsultasi dengan dokter. Dia mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk membasmi virus itu dari tubuhnya.