Sebuah meja panjang di gelar daun pisang kemudian nasi dan lauk ditaruh di atasnya.
Tradisi yang memiliki filosofi kebersamaan dan persaudaraan ini kembali digali.
Daerah tapal kuda meliputi Bondowoso, Jember, Pasuruan, Banyuwangi, Probolinggo, dan Situbondo.
Di Minahasa Utara pun dikenal makan bersama di atas daun pisang.
Bahkan Bupati dan Wakilnya, Vonny Aneke Panambunan dan Joppy Lengkong, giat menyosialisasikan salah satu tradiisi ini.
Makan bersama di atas daun pisang meruntuhkan sekat-sekat derajat seseorang.
Namun, di balik tradisi itu tersimpan pula kelebihan-kelebihan penggunaan daun pisang ini.
Jika kita melihat ke dunia kuliner Indonesia, daun pisang banyak digunakan sebagai bungkus makanan.
Aroma yang keluar dari daun pisang ketika kena panas menciptakan aroma yang istimewa.
Bahkan bisa menggugah selera kita.
Hal ini dikarenakan daun pisang mempunyai lapisan lilin alami.
Lapisan ini akan meleleh dan membaur dengan makanan jika terkena panas makanan tersebut sehingga muncullah bau penggoda selera tadi.
Daun pisang yang digunakan sekali pakai juga menghindarkan kita dari penyakit akibat wadah yang dipakai berulang-ulang.
Apalagi wadah plastik yang jika terkontaminasi dengan panas akan mengeluarkan zat berbahaya.