Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menghapuskan kelas peserta BPJS Kesehatan. Dengan demikian tidak ada lagi kelas I, II, dan III, namun menjadi satu kelas saja.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani meminta agar pemerintah meningkatkan kualitas layanan kesehatan daripada memikirkan rencana penghapusan kelas peserta BPJS Kesehatan.
"Sebelum berbicara mengenai penghapusan kelas BPJS yang menjadi kelas tunggal saja, pemerintah perlu memastikan peningkatan pelayanan kesehatan terlebih dahulu," ujar Netty, ketika dihubungi Tribunnews.com, Jumat (22/5/2020).
Menurutnya, pelayanan kesehatan memang harus ditingkatkan dan terstandar dengan baik. Dan alangkah lebih baik apabila penghapusan kelas peserta dilakukan bersamaan dengan peningkatan pelayanan.
Baca: Hikmah Pandemi Corona di Mata Natasha Rizky: Bisa 24 Jam Full Jalani Peran Istri dan Juga Ibu
Baca: Kediaman M Nuh yang Ngeprank Lelang Motor Listrik Jokowi Ada Tulisan Rumah Keluarga Pra Sejahtera
Di sisi lain, Netty meminta agar alasan dibalik penghapusan kelas peserta tersebut disampaikan secara terbuka ke publik.
Karena jika yang dimaksud dengan kelas tunggal adalah kelas dengan pelayanan yang paling bawah, dia memprediksi rencana tersebut akan banyak ditentang masyarakat.
Baca: Pecah Rekor di H-4 Lebaran, Pemudik Diminta Putar Balik Tembus 4.003 Kendaraan Via Cikarang Barat
Karenanya penting bagi BPJS untuk menjelaskan ke publik, tentang kelas berapa yang akan menjadi patokan untuk kelas tunggal tersebut.
"Seperti apa pelayanannya dan berapa biaya preminya setiap bulan. Ini harus dilakukan berdasarkan kajian dan memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat," kata politikus PKS itu.
Tak hanya itu, Netty juga mengingatkan jangan sampai rencana penghapusan kelas ini hanya akal-akalan pemerintah untuk menghilangkan subsidi kesehatan kepada rakyat.
Dia mengkhawatirkan jika pemerintah menyamaratakan premi BPJS, seperti misalnya iuran menjadi Rp100 ribu semua. Hal tersebut akan membuat masyarakat yang miskin tidak mampu membayar.
Menurutnya itu sama saja artinya pemerintah lepas tanggungjawab atas kesehatan rakyatnya yang menjadi amanat Undang-Undang.
"Saya meminta pemerintah untuk lebih transparan terkait skema seperti apa yang ditawarkan jika memang mau menghapus kelas BPJS. Jadi nanti masyarakat dapat mengetahui seperti apa rasionalisasinya," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana menghapuskan kelas peserta BPJS Kesehatan. Rencananya tidak ada lagi kelas I, kelas II atau kelas III tapi semua distandarisasi hanya menjadi satu kelas saja.
Baca: Viral 247 Awak Pramugari Batik Air Ajukan Petisi THR, Begini Tanggapan Lion Air Group
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M. Iqbal Anas Ma’ruf menyebutkan rencana penghapusan kelas tersebut sebagai upaya untuk memberikan layanan kesehehatan yang setara dan berkeadilan.
"Kelas standar itu bagian dari upaya memastikan jaminan dan layanan kesehatan setara dan berkeadilan," ungkap Iqbal kepada Tribunnews.com, Kamis (21/5/2020).
Baca: Lebaran, Kendaraan Menuju Rest Area Akan Dibatasi, Istirahat Maksimal 30 Menit
Saat ini untuk detil persiapan penghapusan kelas seperti perhitungan seperti besaran biaya dan rencana standar pelayanan masih dibahas oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
"DJSN sedang menyiapkan, pasti sudah diperhitungkan soal apa saja yang harus disiapkan," kata Iqbal.
Kemudian Iqbal juga menjelaskan pemerataan kelas ini juga disesuaikan dengan isi dari Peraturan Presiden (Perpres) 64 tahun 2020 pasal 54A yang rencananya direalisasikan akhir tahun 2020 ini.
"Ada di pasal 54 A. Perpres 64 tahun 2020 yang isinya untuk keberlangsungan pendanaana Jaminan Kesehatan, Menteri bersama kementerian atau lembaga terkait, organisasi profesi, dan asosiasi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan dasar kesehatan dan rawat inap kelas standar paling lambat bulan Desember 2020," ucap Iqbal.
Sebelumnya anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien menjelaskan, pihaknya dalam jangka panjang ingin mengembalikan amanah Pasal 23 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014.
Isinya, dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar.
"Jadi konsep ideal ke depan, hanya akan ada satu kelas tunggal di jaminan kesehatan nasional. Sehingga tidak ada kelas rawat inap rumah sakit," kata Muttaqien.