Laporan Reporter Tribunnews, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar kesehatan internasional mengkritik posisi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dinilai menghambat inovasi baru, seperti produk tembakau alternatif.
Menurut mereka, penolakan terhadap inovasi tersebut dianggap telah menyia-nyiakan peluang untuk mencegah jutaan kematian dini yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok.
Posisi WHO ini dipublikasikan pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020, 31 Mei lalu.
Padahal, jika mempertimbangkan data dan kajian ilmiah, produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi atas permasalahan rokok di berbagai negara.
Visiting Professor di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore sekaligus Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama WHO, Profesor Tikki Pangestu, menyatakan WHO telah kehilangan arah dalam menyelesaikan permasalahan merokok secara global.
Baca: Dirjen Perhubungan Udara Terbitkan Surat Edaran Operasional Transportasi Udara Era New Normal
Hal ini terlihat jelas dengan sikap WHO yang anti terhadap produk tembakau alternatif.
Penolakan tersebut pun tanpa didasari kajian bukti ilmiah.
Baca: Jumlah BUMN Dipangkas Jadi 107, Tahun Ini Ditargetkan Tinggal 80 Perusahaan
Padahal, tujuan awal WHO membuat perjanjian internasional pengendalian tembakau yang dikenal dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada tahun 2000 lalu adalah untuk mengatasi epidemi penyakit yang berhubungan dengan merokok.
Baca: Layanan Kereta Api Jarak Jauh Kembali Normal Bertahap Mulai 12 Juni 2020
“WHO seharusnya bersikap lebih terbuka terhadap keseluruhan bukti ilmiah yang ada. Banyak kajian ilmiah yang telah menyimpulkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional," kata Tikki daalm keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020).
Baca: Kapasitas Mobil Pribadi Masih Dibatasi Maksimal 50 Persen Sampai 30 Juni 2020
Dikatakannya, produk tersebut mempunyai potensi besar dalam membantu mereka yang kesulitan untuk berhenti merokok.
Dengan mengabaikan kajian-kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif, Tikki menilai WHO telah mengabaikan misi utamanya, yaitu mendukung kesehatan setinggi-tingginya bagi semua orang, termasuk 1 miliar perokok di seluruh dunia.
“Dampak dari pengabaian tersebut sudah tentu lebih banyak perokok yang akan mengalami penyakit tidak menular yang disebabkan oleh merokok, seperti jantung, hipertensi, diabetes, kanker paru, dan lain-lain. Angka kematian akibat kebiasan merokok akan tetap tinggi, terutama di Indonesia,” jelasnya.
Khusus Indonesia, Tikki menyarankan pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait memiliki sikap terbuka terhadap produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan dan rokok elektrik.