Dokter spesialis saraf, dr. Nurdjaman Nurimaba, Sp.S (K), dalam buku Stroke Bukan Akhir Segalanya (2011) karya Dewi Pandji, juga mengungkap penderita stroke bisa sembuh.
Namun, penderita stroke juga bisa cacat dan bahkan meninggal. Perbedaan kondisi itu tergantung dari beratnya sumbatan pada otak dan perawatan waktu stadium dini.
Sembuh di sini dipahami sebagai selamat dari kecacatan dan kematian.
Baca: Cara Jaga Kualitas Hidup Penderita Stroke Melalui Terapi Trombolitik
Stroke yang sumbatan dan perdarahannya dikategorikan ringan, kemungkinan bisa sembuh.
Itulah sebabnya apabila terlihat gejala stroke pada seseorang segeralah di bawa ke rumah sakit (RS).
Keterlambatan dalam mendapat pengobatan pasalnya dapat berakibat fatal karena pada tiga jam pertama seseorang yang terkena stroke akan kekurangan darah yang dapat menimbulkan kerusakan dinding sel-sel otak.
Sementara, setelah enam jam, keluarlah natrium, elektrolit bergantian dengan masuknya glutaman dan kalsium yang semakin banyak sehingga mematikan sel-sel yang kekurangan darah tadi.
Apabila sudah mati, dokter tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyelamatkan penumbra yang berada di sekeliling sel-sel tersebut.
Terapi untuk penderita stroke
Apabila gejala dan tanda stroke yang dialami berlangsung agak lama dan terapi kemudian menunjukkan kemajuan pesat selama perbaikan, maka kemungkinan besar pasien akan bisa pulih dengan sempurna.
Namun, selama dua minggu mereka mungkin masih mengalami gejala-gejala berat dan pasien perlu tinggal lebih lama di RS.
Setelah melewati masa kritis, saatnya bagi penderita stroke untuk meneruskan proses kesembuhan yang lebih lanjut dengan melakukan rehabilitasi melalui berbagai terapi. Berbagai terapi untuk penderita stroke, antara lain:
1. Fisioterapi motorik
Fisioterapi motorik adalah pelatihan gerakan seperti berdiri, berjalan dan menggunakan benda-benda.
2. Terapi okupasi