Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM – Selama pandemi Covid 19, tenaga kesehatan berusaha sekuat tenaga melayani pasien Covid 19.
Selama itu, tercatat sudah 105 dokter yang gugur saat menjalankan tugas pelayanan kesehatan.
Yang masih bertugas juga mengalami kelelahan mental atau burnout syndrome.
Dari survei yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) terhadap 1461 tenaga kesehatan (dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis, perawat, bidan, apoteker, dan analis lab) ternyata, 82 persen mengalami burnout tingkat sedang, dan 1 persen tingkat berat, gejala rendah 17 persen.
Baca: Presiden Brasil Sebut Vaksinasi Covid-19 Tidak Wajib: Tak Ada Undang-Undang Mengaturnya
Burnout adalah sindrom psikologis akibat respon kronik terhadap stressor atau konflik.
Ada tiga karakteristik gejalanya yakni keletihan emosi (emotional exhaustion), kehilangan empati (depersonalization), dan rasa percaya diri (reduce personal accomplishment).
Ketua tim peneliti dari program studi MKK FKUI Dr dr Dewi S Soemarko, MS, SpOk mengatakan, burnout punya implikasi jangka panjang, ada 3 gejala yang perlu disingkapi.
Baca: Tambah 3.269 Kasus, Total Positif Covid-19 hingga 4 September 187 Ribu Orang
“Bagaimana bila ada yang bilang capek batin, bisa berimbas yaudah deh terserah, ngga ada motivasi, kehilangan percaya diri. Jangka panjangnya pada kinerja. Bila punya stress yang terus menerus tanpa berhenati perlu waktu yang lama untuk memulihkan mentalnya,” papar Dr Dewi saat menyimpulkan hasil penelitian pada Jumat (4/9/2020).
Penyebab dari burnout ini dari hasil penelitian karena kelelahan kerja, juga dikucilkan akibat stigma tenaga kerja kesehatan, kurangnya APD terutama di RS daerah.
“Kami tidak menanyakan secara detail, tapi responden mengatakan bahwa beberapa diantara mereka dikucilkan masyarakat, agak dibully karena mereka memberi pelayanan Covid. Tapi di dalam penelitian tidak ditanyakan tapi hanya informal,” ujar dokter Dewi.
Dekan FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB mengatakan, kasus burnout pada tenaga kerja harus segera dilakukan penanganan.
Solusi konkrit yang direkomendasikan ke pemerintah diantaranya mengurangi beban kerja, memfasilitasi layananan konseling.
“Kita berharap, kasus ini landai dan lebih rendah lagi ketika jumlah kasus meningkat dan gampang ke rumah sakit yang dihadapi adalah dokter dan perawat. Kita harus menekan kasus burnout,” katanya.