Selain itu, APPNIA juga terus menjalin kerja sama yang baik dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan pemenuhan akses terhadap produk nutrisi berkualitas di Indonesia, tentunya sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku baik di tingkat global maupun nasional,” tegas Rivanda.
Salah satu wujud konkrit atas dukungan APPNIA terhadap ASI Eksklusif adalah bahwa sebagian besar perusahaan anggota APPNIA telah menerapkan kebijakan cuti melahirkan bagi ibu bekerja selama 6 bulan agar ibu dapat mengupayakan pemberian ASI eksklusif bagi bayinya dan juga penyediaan Ruang Laktasi pada seluruh kantor dan pabrik perusahaan anggota APPNIA.
Sementara itu, Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ahmad Syafiq dalam kesempatan yang sama menyampaikan, pemenuhan kebutuhan gizi dalam kondisi pandemi Covid-19, sangat mendesak, mengingat masih adanya tantangan peningkatan status gizi di Indonesia.
Ahmad Syafiq menjelaskan, saat ini masih belum banyak konsentrasi dalam pemenuhan gizi ibu menyusui, padahal kebutuhan nutrisi ibu menyusui jauh lebih tinggi dibandingkan selama masa kehamilan. Kiranya, kebutuhan nutrisi ini dapat dipersiapkan sejak remaja.
"Di masa pandemi, ibu menyusui perlu mendapat perhatian yang lebih demi memastikan kualitas ASI dan Kesehatan ibu selama masa menyusui,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Pakar Kesehatan Sandra Fikawati juga mendorong agar ibu hamil dan menyusui memperhatikan keseimbangan asupan gizi, karena memiliki relasi erat dengan keberhasilan ASI eksklusif.
Ia mengingatkan, keberhasilan ASI ekslusif mensyaratkan tiga aspek utama yakni durasi menyusui selama 6 bulan, status gizi bayi, dan yang terpenting status gizi ibu memenuhi minimal indeks massa tubuh normal. Maka penting sekali agar ibu menyusui mendapatkan perhatian untuk pemenuhan asupan gizinya.
Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Entos Zainal menggarisbawahi pentingnya kontribusi lintas sektor dari Kementerian dan Lembaga terkait dalam memperkuat intervensi gizi spesifik dan sensitif, khususnya bagi ibu menyusui.
Entos Zainal mengungkapkan, “Tidak boleh ada yang dilupakan dalam masa pandemi ini, misalnya dalam bansos diberikan kepada masyarakat harus mampu mewakili pemikiran terhadap kebutuhan ibu menyusui, agar selama masa pandemi ini bisa menjadi momentum perbaikan gizi ibu menyusui dan pada akhirnya memberikan dampak ke tumbuh kembang anak.”
Penyelenggaraan Webinar oleh Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, FKM UI dilatarbelakangi oleh kepedulian terhadap kondisi gizi ibu hamil di Indonesia saat ini yang masih mengkhawatirkan.
Dua masalah gizi utama pada ibu hamil di Indonesia adalah kurang energi kronis (KEK) dan anemia.
Dengan situasi prevalensi KEK dan anemia di Indonesia yang tinggi, serta dalam kondisi ibu yang memiliki cadangan lemak postpartum yang rendah, maka kualitas ASI ibu sangat mungkin berkurang dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama.
Menurut temuan beberapa penelitian skala mikro di Indonesia, kondisi status gizi kurang pada ibu menyusui dapat mengakibatkan ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Namun demikian, promosi ASI eksklusif yang aktif dilakukan oleh pemerintah dan organisasi non-profit belum diimbangi dengan upaya advokasi tentang konsumsi gizi untuk ibu menyusui kepada masyarakat luas.