News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WHO: Pandemi Covid-19 Picu Trauma Massal Lebih Banyak Ketimbang Perang Dunia II

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Pandemi virus corona (Covid-19) telah menyebabkan munculnya trauma massal dalam skala yang lebih besar dibandingkan Perang Dunia (PD) II.

Dampaknya pun diprediksi akan berlangsung selama bertahun-tahun.

"Setelah Perang Dunia (PD) II, dunia mengalami trauma massal, karena PD II mengorbankan banyak nyawa. Dan sekarang, bahkan dengan pandemi Covid-19 ini, dengan skala yang lebih besar, lebih banyak nyawa yang terkena," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam konferensi pers, Jumat lalu.

Dikutip dari CNBC, Minggu (7/3/2021), Tedros kembali menekankan, masyarakat global sangat terpengaruh pandemi ini dan peristiwa ini telah menciptakan trauma massal.

Baca juga: Terjadi Kenaikan Kasus Covid-19 di Dunia, WHO: Terlalu Dini Hanya Andalkan Vaksin   

"Hampir seluruh dunia terpengaruh, setiap individu di dunia benar-benar terpengaruh. Dan itu berarti terjadi trauma massal yang melebihi proporsinya, bahkan lebih besar dari yang dialami dunia setelah Perang Dunia II," tegas Tedros.

Baca juga: 4 Orang di Guinea Meninggal karena Ebola, WHO: Risiko Penyebaran ke Negara Tetangga Sangat Tinggi

Tedros kemudian menggarisbawahi efek yang ditimbulkan pandemi pada kesehatan mental.

"Dan ketika ada trauma massal, itu mempengaruhi masyarakat selama bertahun-tahun yang akan datang," jelas Tedros.

Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan terkait pertanyaan tentang 'apakah negara-negara harus lebih mempertimbangkan dampak pandemi terhadap ekonomi dan kesehatan mental, saat mereka membuat 'peta jalan' untuk masa depan?'.

Kepala Unit Penyakit Baru dan Zoonosis WHO, Maria Van Kerkhove mengatakan bahwa kesehatan mental harus diutamakan.

"Jawabannya pasti ya, ada variasi dalam hal dampak yang ditimbulkan pada individu, apakah anda kehilangan orang yang dicintai, anggota keluarga atau teman karena virus ini? Apakah anda kehilangan pekerjaan, kehilangan anak-anak yang belum pernah bersekolah,  atau menjadi orang yang terpaksa tinggal di rumah dalam situasi yang sangat sulit ini," kata Kerkhove.

Kerkhove menambahkan bahwa dunia masih dalam 'fase akut' setelah terdampak pandemi, saat virus ini menewaskan puluhan ribu orang setiap minggu.

Ia menambahkan, bagaimanapun juga, korban yang mengalami kesehatan mental akibat pandemi ini akan muncul sebagai masalah yang besar dalam jangka panjang.

"Perlu lebih banyak penekanan oleh pemerintah, komunitas, keluarga, individu untuk menjaga kesejahteraan," papar Kerkhove.

Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Dr. Mike Ryan mendesak orang-orang untuk tidak hanya menyoroti tentang fenomena kesehatan mental pada korban pandemi sebagai suatu masalah saja.

Namun juga membahas mengenai solusinya dari dampak pandemi ini pada kesehatan mental.

"Kesehatan mental dan psikologis berada di bawah tekanan, itu benar. Namun yang harus kami lakukan adalah memberikan dukungan psikososial kepada masyarakat dan komunitas," kata Dr Ryan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini