Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Penyakit tuberkolosis atau TBC masih menjadi pekerjaan rumah bagi negara Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosi ini seolah tak teratasi secara maksimal.
TBC semakin eksis karena sebagain pasien enggan berkonsultasi selama pandemi Covid-19.
Padahal yang sudah kronis harus melakukan kontrol secara rutin ke rumah sakit. Namun menjadi takut lantaran khawatir terpapar oleh virus Corona.
Baca juga: Penderita TBC di Indonesia Bertambah Hingga 845.000 Orang
Baca juga: Pelacakan Kasus TBC Terganggu Selama Pandemi Covid-19
Rumah sakit sendiri sudah menyampaikan pada khalayak untuk tidak khawatirkronis yang biasanya rutin kontrol ke rumah sakit.
Namun menjadi takut lantaran khawatir terpapar oleh virus Corona.
Namun selain rasa takut untuk melakukan konsultasi atau pengobatan selama pandemi, ada faktor lain yang membuat TBC belum teratasi. Hal ini diungkapkan oleh Duta Stop Tuberkolosis Indonesia, dr Tirta Mandira Hudhi.
Banyak informasi yang menyatakan berbagai efek samping yang disebabkan oleh konsumsi obat TBC. Sehingga masyarakat sudah lebih dahulu takut pada efek samping obat tersebut.
Belum lagi jalan pengobatan yang bersifat jangka panjang sehingga menjadi momok bagi masyarakat.
Apa lagi saat ini kecanggihan teknologi membuat masyakarat kini lebih aktif mencari informasi sendiri tanpa berkonsultasi lewat dokter.
Mudahnya informasi yang diakses menurut dr Tirta hal menjadi dua mata pedang. Informasi dapat diakses secara cepat oleh siapa pun. Namun, masyarakat langsung berasumsi tanpa bimbingan pihak ahli seperti dokter.
"Masyarakat pun google obat-obat TBC. Ternyata efek sampingnya keluar. Saya ingat banget karena edukasi kurang bagus terkait TBC," katanya pada live streaming yang diadakan oleh Klik Dokter dan Kementerian Kesehatan, Rabu (24/3/2021).
Oleh karena itu, dr Tirta mengajak untuk semua tenaga kesehatan mengedukasi masyarakat untuk tidak takut mengatasi TBC. Sudah seharusnya tenaga kesehatan menyampaikan pentingnya pengobatan TBC dijalankan. Dan jangan takut ke puskesmas karena obat yang diterima gratis.
"Makanya aktifkan kembali kader kesehatan seperti posyandu yang sempat mati karena fokus pada kasus Covid-19. Fokus terutama pada tiga hal yaitu covid, gizi buruk (stunting) dan TBC. Selain itu berantas informasinya hoax," katanya lagi.