Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Retinoblastoma menjadi kanker ketiga terbanyak pada anak, menurut data dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSCM.
Masalahnya, pasien sering datang terlambat, dengan berbagai alasan.
Sebagian orang tua menganggap keganasan di mata ini sebagai dianggap penyakit mata biasa.
"Selain itu akses fasilitas kesehatan sulit dijangkau dan memilih pengobatan alternatif," kata dr. Endang Windiastuti Sp(K), konsultan kanker anak dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam serial webinar Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) belum lama ini.
Baca juga: Penderita Rabun Jauh Meningkat di Masa Pandemi
Dikatakannya, saat ini pelayanan kanker anak hanya ada di rumah sakit pendidikan di ibukota propinsi.
"Sejak BPJS berlaku 2014, jumlah pasien meningkat, hal ini menjadikan tenaga medis semakin berkurang,” jelas dr. Endang.
Retinoblastoma adalah keganasan intraokuler dari retinoblast yang terjadi pada bayi dan anak dengan pertumbuhan sel-sel kanker yang sangat cepat.
Gejala retinoblastoma mudah dikenali, yaitu ada manik mata putih yang akan berkilat di dalam gelap, seperti mata kucing di malam hari.
Baca juga: Jangan Tertukar! Ini Bedanya Retinal dan Retinol yang Ampuh Lawan Penuaan
“Pemeriksaan retinoblastoma bisa dilakukan di beberapa Puskesmas dengan alat yang bernama funduskopi,” jelas dr. Endang.
Dengan funduskopi, refleks fundus yang normal adalah bola mata berwarna merah.
Jika refleksinya putih atau tidak merah, harus dirujuk ke dokter spesils mata.
Prof. dr. Rita Sita Sitorus, PhD, Sp.M(K) dari FKUI/RSCM menambahkan, retinoblastoma sebenarnya jarang, namun menjadi kasus yang paling sering ditemukan pada anak.
Biasanya menimpa anak-anak di bawah usia 5 tahun, disebabkan mutase genetik.