News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kesehatan

Kemenkes: Ibu Perlu Cegah Stunting dan Obesitas pada Anak, Masalah Gizi Bisa Ganggu Pertumbuhan

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi ibu dan anak - Kemenkes imbau para ibu di Indonesia perlu cegah stunting dan obesitas pada anak.

TRIBUNNEWS.COM - Stunting dan obesitas pada anak menjadi permasalahan lama yang dihadapi sebagian ibu di Indonesia.

Selain gizi kurang atau stunting, anak juga dapat mengalami gizi lebih atau obesitas.

Menurut WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang disebabkan kekurangan asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi yang tak memadai.

Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Dr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA, mengatakan permasalahan gizi tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi di dunia.

Permasalahan gizi anak menjadi fokus secara global.

Baca juga: Kemenkes Akui Sulit Hindari Kenaikan Kasus Omicron Transmisi Lokal

Dikutip dari laman Kemenkes, berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan prevalensi stunting di Indonesia adalah 24,4 persen.

Jumlah tersebut masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam rpjmn 2020-2024, yakni 14 persen.

Sementara itu, berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8 persen.

Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8 persen dan diarahkan untuk mempertahankan tingkat obesitas agar tidak naik.

Dampak Stunting dan Obesitas

Ilustrasi obesitas (Istimewa)

“Dampak masalah gizi stunting dan obesitas berdampak jangka pendek dan jangka panjang karena kedua masalah gizi ini menjadi indikator pembangunan kesehatan bangsa yang berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus,” katanya dalam konferensi Hari Gizi Nasional ke-62 secara virtual, Selasa (18/1/2022).

Anak yang mengalami stunting akan gagal tumbuh.

Hal ini ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual terhambat.

Dalam jangka panjang, dapat menimbulkan dampak pada gangguan metabolik yang meningkatkan risiko individu obesitas, diabetes, stroke, dan jantung.

Perbaikan gizi saat ini lebih diarahkan pada gizi seimbang sebagai solusi menurunkan stunting dan mencegah angka obesitas naik.

Gizi seimbang bermakna luas dan berlaku pada semua kelompok umur.

Contoh penerapan gizi seimbang, dilakukan dengan:

1. Mengonsumsi aneka ragam makanan;

2. Membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat;

3. Mempertahankan berat badan normal;

4. Melakukan aktivitas fisik di semua kelompok umur.

Kementerian Kesehatan juga melakukan intervensi spesifik untuk melaksanakan Penerapan gizi seimbang.

“Saat ini memang kita berfokus pada remaja dan 1000 hari pertama kehidupan dengan tujuan memperkuat intervensi,” ucap Dr. Dhian.

Dalam intervensi spesifik ada 6 intervensi yang Kemenkes lakukan, yaitu:

1. Promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA);

2. Promosi dan konseling menyusui;

3. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak;

4. Pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A;

5. Penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan;

6. Tatalaksana gizi buruk.

“Intervensi spesifik diikuti dengan strategi peningkatan kapasitas SDM, peningkatan kualitas program, penguatan edukasi gizi dan penguatan manajemen intervensi gizi di Puskesmas dan Posyandu,” kata dr. Dhian.

Selain upaya dari pemerintah, peran keluarga terutama ibu sangat penting dalam mencegah anak stunting dan obesitas.

Guru Besar Ilmu Gizi FEMA IPB, Prof Dr. Hardiansyah, mengatakan pencegahan stunting maupun obesitas harus dilakukan secara dini.

Ibu memiliki peran penting dalam menentukan makanan pada saat hamil dan pemberian gizi serta pola asuh pada anak setelah lahir.

Baca juga: Omicron di Indonesia Tembus 840 Kasus Dalam Sebulan, Kemenkes Akui Sulit Hindari Transmisi Lokal

Langkah Pencegahan Stunting

Ilustrasi makanan sehat (Freepik)

Calon ibu hendaknya melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum hamil dan rutin melakukan pemeriksaan ketika masa kehamilan.

Untuk mencegah stunting sejak awal, maka ibu hamil harus mengalami penambahan berat badan yang cukup.

Jadi, penambahan berat badan ibu hamil itu adalah faktor utama mencegah stunting pada anak selama masa kehamilan.

“Sederhananya bagi awam adalah bertambahnya usia kehamilan harus diiringi dengan bertambahnya berat badan."

"Saat bayi lahir ketika bertambah umur harus bertambah berat badan. Itu ciri sederhana."

"Kalau mengalami berat badan yang stagnan tidak bertambah maka pertambahan panjang atau tinggi badan bayi akan mengalami gangguan."

"Jadi sebelum mengalami gangguan maka cegahlah gangguan tersebut,” kata Prof. Hardiansyah.

Ketika bayi lahir, ibu perlu memperhatikan berat badan bayi minimal di atas 2,5 kg dengan panjang badan di atas 47 cm.

Seorang ibu juga wajib memberikan ASI eksklusif yaitu diberikan sampai 6 bulan.

Jika tidak diberikan ASI eksklusif dan anak pernah diare berkali-kali, itu adalah pertanda akan terjadi gangguan stunting jika tidak segera diatasi.

Baca juga: WHO: Tidak Ada Bukti Anak-Anak dan Remaja yang Sehat Membutuhkan Booster Vaksin Covid-19

Makanan Pencegah Stunting

Ia menyebut ada pangan yang terbukti mencegah stunting saat ibu hamil yaitu susu, telur, ikan, pangan hewani, dan lauk-pauk.

Kemudian pangan yang terbukti mencegah stunting setelah bayi lahir adalah ASI eksklusif, susu pertumbuhan, telur, ikan, pangan hewani, lauk pauk, dan berbagai MP ASI diperkaya gizi.

“Berikan ASI dan MP ASI yang cukup dengan baik, ASI eksklusif sampai 6 bulan, lanjutkan pemberian ASI 6 sampai 23 bulan, berikan MP ASI yang cukup dan baik pada usia 6 sampai 23 bulan."

"Jaga kesehatan bayi dan anak melalui imunisasi, kebersihan, stimulasi, kebiasaan baik makan sayur, buah, lauk pauk, dan protein tinggi,” terangnya.

Langkah Pencegahan Obesitas

Untuk obesitas, ibu perlu memahami penyebab obesitas atau kegemukan.

Obesitas bukan hanya disebabkan karena kurang aktivitas fisik dan makanan, namun ada banyak penyebabnya.

Ia menyebut obesitas pada orang dewasa atau remaja obesitas bisa bisa karena stres yang menimbulkan inflamasi, inflamasi menimbulkan penumpukan lemak.

Selain itu, kurang tidur atau kelebihan tidur yang meningkatkan hormon ghrelin, sehingga seseorang jadi sering lapar.

“Mulailah dengan mengelola faktor penyebab utama seperti stres, terus jangan sampai stres, harus perbanyak aktivitas fisik dan mengatur waktu tidur, pantau berat badan dan lingkar pinggang,” katanya.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Artikel lain terkait Gizi Anak

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini