Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duck syndrome merupakan sebuah kondisi dimana seseorang berusaha untuk tampil tenang dan nampak baik-baik saja di khalayak ramai.
Namun di balik itu, mereka sedang menghadapi banyak pergulatan dan menutupi perasaan takut yang ada di dalam dirinya.
Dari sudut pandang psikologi, Pakar Psikologi UNAIR, Margaretha Rehulina, S.Psi., G.Dip.Psych., M.Sc. menuturkan, di dunia klinis tidak memakai istilah duck syndrome.
Menurutnya, duck syndrome bukanlah diagnosa klinis.
Baca juga: PCOS (Polycystic Ovary Syndrome): Gejala, Penyebab hingga Komplikasi yang Disebabkan oleh PCOS
Baca juga: Mengenal Highway Hypnosis Syndrome, Mengantuk saat Menyetir, Simak Gejala dan Cara Menanganinya
Duck syndrome, merupakan terminologi yang digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena populer.
Istilah duck syndrome pertama kali dimulai di Stanford University, sebagai satu universitas terkenal di dunia karena mayoritas mahasiswanya merupakan mahasiswa-mahasiswa pilihan.
Pada tahun pertama, biasanya mahasiswa Stanford menampilkan diri seperti bebek (duck).
Di atas permukaan air terlihat tenang, padahal di bawah air kakinya sedang berenang dengan sangat cepat.
Mereka berusaha terlihat sangat tenang padahal di balik itu sedang melakukan perjuangan yang besar.
Baca juga: Cegah Computer Vision Syndrome saat WFH, Dokter Mata Sarankan Ini
Baca juga: Mengenal Queen Bee Syndrome yang Banyak Dialami Perempuan Karier
“Supaya tidak terlihat kalah, maka mereka harus bersikap seperti bebek yang tenang padahal di balik itu semua sedang mengalami perjuangan, kegelisahan, dan ketakutan,” tuturnya seperti dikutip dari laman Unair.ac.id, Senin (24/1/2022).
Duck syndrome dapat terjadi karena adanya persoalan yang muncul ketika seseorang sedang berusaha menyesuaikan diri di lingkungan baru.
Hal tersebut akan menjadi masalah apabila apa yang ditampilkan sangat berbeda dengan yang sebenarnya dirasakan.
Tiga Jenis Duck Syndrome