Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Saat ini jumlah populasi lansia di Indonesia mencapai 29,3 juta (10,8 persen dari total populasi).
Sementara, Angka Harapan Hidup (AHH) di Indonesia telah meningkat signifikan dalam 60 tahun terakhir dari 46,66 tahun menjadi 71,72 tahun.
Meski begitu, masih ada isu besar yang dialami lansia di Indonesia terutama 52 persen lansia memilih untuk berobat sendiri jika ada keluhan.
Baca juga: Wamenkes Imbau Masyarakat Segera Vaksinasi Booster, Ini Update Capaian Vaksinasi per 9 Maret 2022
Baca juga: Lansia Bisa Vaksin Booster Setelah 3 Bulan Vaksinasi Dosis Kedua, Perlukah Vaksin Covid-19 Keempat?
"Inilah masalah yang kita hadapi. Di satu sisi AHH meningkat, tetapi lansia cukup memiliki potensi masalah kesehatan yang besar," ungkap ujar Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dante Saksono Harbuwono dalam Webinar Kolaborasi Riset Penuaan Sel di acara Peresmian Labotorium Gerontologi FKUI, akhir pekan lalu.
Sebagai negara dengan populasi lanjut usia terbesar ke-5 di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar yang besar untuk produk dan pelayanan kesehatan bagi lansia, terutama inovasi dan riset di bidang geriatri guna meningkatkan kualitas hidup lansia di Indonesia
Disampaikan Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Dr. Raymond Tjandrawinata, Indonesia memerlukan peneliti profesional untuk mengupayakan riset dan inovasi.
"Kita perlu peneliti profesional, sehingga mendapatkan obat, prosedur hingga alat kesehatan baru buatan Indonesia. Hari ini Bapak Presiden Jokowi sudah mengatakan mengapa kita banyak impor. Kita impor untuk alat kesehatan dan lainnya, sehingga riset dan inovasi perlu terus kita upayakan," kata Dr. Raymond.
Penyebab utama kematian pada kelompok usia secara global, di antaranya penyakit jantung (9,4 persen), stroke (5,7 persen), COPD atau penyakit paru obstruktif kronik (3 persen), kanker (1,7 persen), dan diabetes (1,5 persen).
Menurutnya, peneliti dalam negeri perlu berdedikasi pada penelitian dan pengembangan obat-obatan untuk masalah kesehatan tersebut.
Adapun area penelitian Area research yang bisa dilakukan untuk lansia, seperti onkologi, imunologi, antidiabetik, neurologi, dan kardiovaskular.
Sebagai contoh di Amerika Serikat, rasio kesembuhan kanker meningkat, seperti kanker prostat dari 67 persen menjadi 98 persen, tiroid dari 92 persen menjadi 98 persen.
"Ini yang kita harapkan untuk menciptakan riset-riset baru untuk membawa Indonesia menjadi lebih sehat, terutama karena penderita kanker kebanyakan eldery patients. Ini tentunya membutuhkan banyak penelitian dan dedikasi para peneliti," ujar Dr Raymond.
Perlu juga meningkatkan pelayanan kesehatan primer dan sekunder terutama untuk perawatan lansia jangka panjang, termasuk manajemenen penyakit degeneratif dan kronik.
"Kita perlu infrastuktur dan investasi di perawatan geriatri. Kemudian biaya perawatan lansia yang relatif masih tinggi, kalau produk-produk dibuat di Indonesia mungkin dapat lebih murah. Digital teknologi juga akan membantu pemerintah dan fasilitas kesehatan untuk penanganan lansia," kata dia.
Produk yang perlu diprioritaskan meliputi fasilitas kesehatan, nursing home, alat kesehatan, geriatric care.
Lalu nursing care, fasilitas pengamanan kamar mandi, popok lansia, hingga produk anti-aging.
Meski begitu, Indonesia mengalami masalah untuk penanganan lansia karena healthcare spending per kapita masih rendah di angka 2,9 persen dibandingkan Singapura sebesar 4,1 persen dan Kamboja sebesar 7 persen. Menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan belanja kesehatan untuk meningkatkan kualitas kesehatan di Indonesia.
"Pasien geriatri akan meningkat. Penggunaan obat juga masih rendah termasuk pasien geriatri. Indonesia pelru tingkatkan healthcare spending pada investasi dan riset terkait geriatri agar kualitas hidup semakin baik di masa depan," kata dia.