Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Demi mewujudkan akses yang lebih luas bagi para penyandang hemofilia, perlu didukung dengan upaya penyebaran informasi.
Dengan harapan tumbuh kesadaran tentang hemofilia yang dapat dimiliki oleh pemangku kepentingan dan masyarakat.
Selain itu, kemitraan antara pemerintah, lembaga yang relevan, dan media akan memperkuat implementasi PNPK Hemofilia di Indonesia.
Hemofilia sendiri merupakan gangguan pembekuan darah bawaan. Sehingga saat terjadi luka atau pendarahan, darah akan sulit membeku sehingga dapat berisiko fatal.
Walau kasusnya terhitung tidak begitu banyak, pengobatan Hemofilia membutuhkan biaya yang cukup besar.
Baca juga: Bisakah Penyakit Hemofilia Disembuhkan?
Baca juga: Waspadai Komplikasi Inhibitor pada Penderita Hemofilia
Beruntung saat ini pengobatan Hemofilia telah dicover oleh BPJS Kesehatan. Walau dengan tarif terbatas.
Seharusnya, standar pengobatan hemofilia adalah mencegah terjadinya sebelum terjadi pendarahan. Namun pelayanan baru mengcover saat terjadinya pendarahan.
Pemerintah saat ini terus meningkatkan pelayanan kesehatan. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., Apt., MM.
Di sisi lain, butuh pertimbangan berdasarkan benefit, efektivitas, khasiat, dan aspek lainnya dalam mewujudkan perluasan akses pengobatan.
Bukan hanya soal obat yang berbiaya tinggi. Jika treatment yang baru lebih baik, maka bisa saja menggantikan treatment yang lama. Namun dalam prosesnya, perlu melalui tahapan Formularium Nasional (FORNAS).
"Jika sudah masuk dalam FORNAS, maka pengobatan akan dapat diakses masyarakat dengan mudah. Harapannya, ke depan kami bisa semakin memberi kemudahan dari sisi obat untuk pasien,” ungkapnya pada webinar, Selasa (26/4/2022).
Dari sisi pembiayaan, menurut Dita penting untuk membangun sinergi antar lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Memastikan transformasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional dapat memperluas akses penyandang hemofilia dalam mendapatkan perawatan yang sesuai standar.
Optimalisasi kebijakan akses pembiayaan dan standar perawatan perlu terus dilakukan agar masyarakat Indonesia memiliki kualitas kesehatan yang semakin baik. Termasuk para penyandang hemofilia.
Menurut Ketua Tim Kerja Jaminan Kerja Pusat Kebijakan Pendanaan dan Desentralisasi Kesehatan Kementerian Kesehatan, dr. Maria Hotnida, MARS, kebutuhan dasar pengobatan tentu akan menjadi prioritas bagi pemerintah.
"Bekerja sama dengan klinisi, agar penentuan tarif dalam JKN serta implementasinya dapat optimal. Pilihan-pilihan pengobatan yang ada tentu dapat kita gunakan selama efektif dan efisien, berdasarkan hasil penilaian teknologi kesehatan,” tutupnya.