Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Setelah Hepatitis akut, Monkeypox sempat menjadi perbincangan di media sosial.
Penyakit ini diumumkan oleh pemerintah Inggris pada 7 Mei 2022 lalu.
Monkeypox ditemukan pada orang yang melakukan perjalanan dari Inggris ke Nigeria. Orang ini tinggal Nigeria dan kemudian kembali ke Inggris.
Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, penularan bisa melalui orang yang bersin atau batuk. Hal ini karena menghirup droplet itu.
Baca juga: Apa Itu Monkeypox atau Cacar Monyet? Berikut Asal-usul, Gejala Awal dan Cara Menyebarnya
Baca juga: Monkeypox Perlu Diwaspadai, Pakar Epidemiologi Beri Penjelasannya
Dengan masa inkubasi rata-rata bisa 1-2 minggu. Sebetulnya Monkeypox umumnya bergejala ringan dan bisa sembuh sendiri dalam kurun waktu 2-3 minggu
Tapi pada beberapa kasus gejala bisa parah selain digangguan kulit bisa gatal dan nyeri sekali. Pada ibu hamil pun dapat berdampak fatal. Oleh sebab itu kewaspadaan harus dibangun.
"Meskipun kasus jarang, dan angka kematian pun sebetulnya tidak terlalu tinggi. Hampir sama dengan Covid-19 yaitu di satu persen," ungkap Dicky pada Tribunnews, Jumat (20/5/2022).
Tapi sekali lagi, virus jika menerpa orang yang mengalami permasalahan imun dapat menjadi masalah. Sehingga dapat memperparah kondisi mereka yang sakit.
Oleh karena itu harus dilakukan deteksi dini. Terutama di pintu masuk kedatangan, penguatan perlu ditingkatkan. Karena penularan antar manusia sudah terbukti bisa terjadi.
Perlu adanya penguatan skrinning karena saat ini belum ada imunitas atau vaksin yang terbukti atau sudah disetujui untuk Monkeypox ini.
"Sudah ada vaksinnya. Tapi tidak tersedia dengan banyak. Oleh karena itu saya kira untuk pelaku perjalanan Indonesia mau ke Afrika, siapa pun perlu diberikan vaksinasi ini," papar Dicky lagi.
Termasuk memastikan orang yang akan masuk ke Indonesia dari negara terkait sudah memiliki status vaksin tersebut. Dan juga pastikan tidak memiliki gejala.
"Kementerian Kesehatan secara umum harus membangun komunikasi dengan WHO atau di Inggris setidaknya kedutaan untuk mencari informasi lebih lanjut," tegasnya.
Ia pun menyarankan untuk membangun terus survelens dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi.
Aplikasi ini menurut Dicky bisa digunakan untuk penyakit lain yang diduga mewabah.
"Bukan tidak lagi difungsikan setelah pandemi dicabut. Sejauh ini jangan panik, kasus jarang, tapi bukan tidak mungkin masuk. Kalau bisa dilakukan deteksi awal bisa mencegah," tutupnya.