Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM ,JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Kedokteran Preklinis dan Klinis, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Reza Y. Purwoko mengatakan, gejala awal Mpox seringkali tidak terdeteksi.
Hal inilah yang jadi tantangan penanganan mpox di Indonesia.
Baca juga: Bukan Istirahat, Pasien Mpox Wajib Minum Obat, Ini Jenis yang Harus Dikonsumsi
Gejala awal mpox memikili kemiripan dengan sejumlah penyakit lainnya.
Karenanya penting untuk melalukan tes PCR untuk memastikan diagnosis yang akurat.
Gejala awal yang sering ditemukan adalah sakit kepala, demam, dan pembesaran kelenjar getah bening.
Baca juga: Kemenkes: Orang yang Terinfeksi Mpox Tetap Butuh Pengobatan, Fokus Meredakan Gejala yang Dialami
Namun, yang paling khas adalah munculnya ruam kulit atau vesikel yang menyerupai cacar air.
"Pengembangan tes ini sangat diperlukan untuk meningkatkan diagnosis dan penanganan kasus. Selain itu, panduan pengobatan yang ada masih terbatas. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang obat antivirus, khususnya untuk menangani kasus-kasus yang parah," ujar Reza dikutip dari laman Brin, Senin (16/9/2024).
Adapun, penularan Mpox, tidak hanya melalui kontak fisik, tetapi juga melalui droplet dari liur pasien atau benda-benda yang tidak didesinfeksi dengan benar.
Namun tetap risiko penularan terbesar terjadi melalui kontak intim atau hubungan seksual tanpa perlindungan, serta perjalanan ke daerah endemik.
Untuk itu, pihaknya berupaya melakukan penelitian untuk mendukung upaya pencegahan dan pengobatan Mpox di Indonesia termasuk pembarui alat deteksi.
"Kita harus bersama-sama menciptakan riset yang inovatif, termasuk pengembangan metode deteksi dini dengan teknologi machine learning dan AI, sehingga kita dapat mengatasi tantangan ini dengan lebih cepat dan efektif," harap dia.