Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Program Gabungan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HIV/AIDS (UNAIDS) memprotes liputan media internasional yang mengaitkan meluasnya wabah penyakit cacar monyet atau Monkeypox dengan perilaku kaum lesbian gay biseks dan transgender (LGBT) selama ini.
UNAIDS mengklaim liputan yang demikian membahayakan sebagian komunitas.
Lembaga ini menuding beberapa penggambaran orang Afrika dan LGBT yang 'memperkuat stereotip homofobia dan rasis serta memperburuk stigma'.
Dikutip dari Al Jazeera, Selasa (24/5/2022), lebih dari 100 kasus yang dikonfirmasi atau diduga virus Monkeypox sejauh ini dilaporkan terjadi di hampir 20 negara.
Virus tersebut selama ini diketahui tidak pernah menjadi endemik. Sebagian besar kasus infeksi telah dilaporkan di Eropa, namun kasus yang dikonfirmasi dan dicurigai telah dilaporkan pula di Timur Tengah, Amerika Utara dan Australia.
Namun UNAIDS mengakui bahwa sebagian besar kasus Monkeypox baru-baru ini telah diidentifikasi diantara pria gay, biseksual, dan pria lain yang berhubungan seks dengan sesama pria.
Baca juga: Cacar Monyet atau Monkeypox: Asal-usul, Gejala Awal, dan Langkah Pencegahannya
Mereka menyatakan penularan virus cacar monyet kemungkinan besar melalui kontak fisik yang erat dengan penderita Monkeypox dan dapat mempengaruhi siapa saja.
"Stigma dan kesalahan, merusak kepercayaan dan kapasitas untuk merespons secara efektif selama munculnya wabah seperti ini," klaim Wakil Direktur Eksekutif UNAIDS, Matthew Kavanagh.
"Pengalaman menunjukkan bahwa retorika stigmatisasi dapat secara cepat menonaktifkan respons berbasis bukti, dengan memicu siklus ketakutan, menjauhkan orang dari layanan kesehatan, menghambat upaya untuk mengidentifikasi kasus, dan mendorong tindakan hukuman yang tidak efektif," ujarnya.
Baca juga: 92 Kasus Cacar Monyet Terdeteksi di 12 Negara, Diduga Terjadi karena Kontak Seksual
Monkeypox merupakan virus ringan yang dapat menyebabkan demam, sakit kepala serta ruam kulit yang khas bergelombang.
Kendati demikian, gejalanya bisa berkembang cukup parah. Gejala yang muncul biasanya hilang setelah 2 hingga 4 minggu.
Penyakit tersebut selama ini dianggap sebagai endemik di 11 negara di benua Afrika.
Ada dua jenis utama virus ini yakni jenis Kongo yang lebih parah dengan kematian mencapai hingga 10 persen, serta jenis Afrika Barat yang memiliki tingkat kematian hanya 1 persen kasus.
Baca juga: WHO Temukan 92 Kasus Cacar Monyet di 12 Negara Anggota PBB
Kavanagh menyampaikan bahwa UNAIDS menghargai komunitas LGBTI, karena telah memimpin dalam meningkatkan kesadaran terhadap virus Monkeypox.
Organisasi itu juga menegaskan kembali bahwa penyakit tersebut dapat menyerang siapa saja, bukan hanya komunitas tertentu.
"Wabah ini menyoroti kebutuhan mendesak bagi para pemimpin untuk memperkuat pencegahan pandemi, termasuk membangun mitigasi berbasis komunitas yang lebih kuat
kapasitas dan infrastruktur Hak Asasi Manusia-nya untuk mendukung tanggapan yang efektif dan non-stigmatisasi terhadap wabah ini," tegas Kavanagh.
Sebelumnya pada Senin kemarin, WHO mengatakan bahwa wabah Monkeypox di negara-negara non-endemik dapat diatasi dan penularan virus dari manusia ke manusia pun dapat dihentikan.
"Kami ingin menghentikan penularan dari manusia ke manusia. Kami dapat melakukan ini di negara-negara non-endemik, ini adalah situasi yang dapat dikendalikan," kata salah satu pejabat WHO, Maria Van Kerkhove dalam interaksi langsung di saluran media sosial organisasi itu.
Asal-usul, Gejala Awal dan Langkah Pencegahan
Monkeypox atau cacar monyet adalah penyakit langka yang disebabkan oleh infeksi virus monkeypox. Mengutip dari CDC, virus cacar monyet termasuk dalam genus Orthopoxvirus dalam famili Poxviridae.
Genus Orthopoxvirus juga termasuk virus variola (penyebab cacar), virus vaccinia (digunakan dalam vaksin cacar), dan virus cacar sapi.
Monkeypox atau cacar monyet pertama kali ditemukan pada tahun 1958.
Saat itu, dua wabah penyakit mirip cacar terjadi di koloni monyet yang dipelihara untuk penelitian. Karena itu, penyakit tersebut diberi nama "Monkeypox".
Kasus manusia pertama dari monkeypox tercatat pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo (DRC). Selama periode upaya intensif untuk menghilangkan cacar.
Sejak itu, cacar monyet telah dilaporkan pada orang-orang di beberapa negara Afrika tengah dan barat lainnya, seperti Kamerun, Republik Afrika Tengah, Pantai Gading, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Mayoritas infeksi berada di Republik Demokratik Kongo.
Kasus cacar monyet pada manusia telah terjadi di luar Afrika terkait dengan perjalanan internasional atau hewan impor, termasuk kasus di Amerika Serikat, serta Israel, Singapura, dan Inggris.
Reservoir alami cacar monyet masih belum diketahui.
Namun, hewan pengerat Afrika dan primata non-manusia (seperti monyet) dapat menampung virus dan menginfeksi manusia.
Gejala Awal
Pada manusia, gejala cacar monyet mirip tetapi lebih ringan daripada gejala cacar. Perbedaan utama antara gejala cacar dan cacar monyet adalah cacar monyet menyebabkan kelenjar getah bening membengkak (limfadenopati) sedangkan cacar tidak.
Sementara masa inkubasi (waktu dari infeksi hingga gejala) cacar monyet biasanya 7-14 hari tetapi dapat berkisar antara 5-21 hari.
Berikut gejala awal Monkeypox atau Cacar Monyet yang dikutip dari laman CDC:
- Demam
- Sakit kepala
- Nyeri otot
- Sakit punggung
- Pembengkakan kelenjar getah bening
- Panas dingin
- Kelelahan
Dalam 1 sampai 3 hari (kadang-kadang lebih lama) setelah munculnya demam, pasien mengalami ruam, sering dimulai pada wajah kemudian menyebar ke bagian lain dari tubuh.
Penularan Monkeypox atau Cacar Monyet
Penularan virus monkeypox terjadi ketika seseorang bersentuhan dengan virus dari hewan, manusia, atau bahan yang terkontaminasi virus.
Virus masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang rusak (walaupun tidak terlihat), saluran pernapasan, atau selaput lendir (mata, hidung, atau mulut).
Penularan dari hewan ke manusia dapat terjadi melalui gigitan atau cakaran, persiapan daging semak, kontak langsung dengan cairan tubuh atau bahan lesi, atau kontak tidak langsung dengan bahan lesi, seperti melalui alas yang terkontaminasi.
Sementara penularan dari manusia ke manusia diperkirakan terjadi terutama melalui tetesan pernapasan yang besar.
Tetesan pernapasan umumnya tidak dapat berjalan lebih dari beberapa kaki, sehingga diperlukan kontak tatap muka yang lama.
Metode penularan dari manusia ke manusia lainnya termasuk kontak langsung dengan cairan tubuh atau bahan lesi, dan kontak tidak langsung dengan bahan lesi, seperti melalui pakaian atau linen yang terkontaminasi.
Reservoir host (pembawa penyakit utama) monkeypox masih belum diketahui meskipun hewan pengerat Afrika diduga berperan dalam penularan.
Langkah Pencegahan
Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi virus monkeypox:
- Hindari kontak dengan hewan yang dapat menjadi sarang virus (termasuk hewan yang sakit atau yang ditemukan mati di daerah di mana cacar monyet terjadi).
- Hindari kontak dengan bahan apa pun, seperti tempat tidur, yang pernah bersentuhan dengan hewan yang sakit.
- Pisahkan pasien yang terinfeksi dari orang lain yang mungkin berisiko terinfeksi.
- Lakukan kebersihan tangan yang baik setelah kontak dengan hewan atau manusia yang terinfeksi. Misalnya, mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan pembersih tangan berbasis alkohol.
- Gunakan alat pelindung diri (APD) saat merawat pasien. (Tribunnews.com/Farrah Putri)