Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Selama ini ada anggapan meminum banyak obat-obatan dapat membahayakan ginjal. Benarkah demikian?
Berikut penjelasan Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban yang dikutip dari akun twitter pribadinya, Rabu (1/6/2022).
Ia memaparkan, merusak atau tidaknya obat pada ginjal tentu dipengaruhi beberapa faktor.
Malah ada beberapa obat yang harus dikonsumsi rutin agar tidak terjadi komplikasi ke ginjal.
Misalnya obat yang dikonsumsi pasien diabetes dan hipertensi.
Adapun obat yang berisiko, salah satu contohnya penggunaan obat NSAIDs (pereda nyeri) berlebihan.
Baca juga: Penyebab Acha Septriasa Sering Pingsan saat Syuting, Ternyata Hanya Punya Satu Ginjal Sejak Kecil
"Sebut saja Aspirin. Meski tersedia tanpa resep, bukan berarti aman untuk semua orang," kata dia.
Dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi (kanker) ini menjelaskan, Aspirin memang umum untuk mengbati rasa nyeri.
Namun, jika tidak sesuai dengan indikasi dan kondisi seseorang maka dapat berisiko.
"Satu tablet Aspirin itu kan 500 ml. Kalau untuk mencegah terjadinya trombosis dan cegah strok, dosisnya itu amat rendah. Antara 80-240 ml. Nah, kalau 500 ml itu dikonsumsi orang sebanyak 3-4 kali sehari, tentu bahaya buat ginjal, dan bahaya juga untuk lambung," jelas dokter yang berpratek di RS Kramat Jati ini.
Selain NSAIDs, obat HIV/AIDS juga berisiko menganggu ginjal. Obat HIV/AIDS untuk orang tertentu bisa mengganggu ginjalnya. Lalu obat antibiotik, obat darah tinggi dan lain-lain.
"Catatannya obat itu bisa mengganggu jika memulai dan menghentikan tanpa konsultasi dengan dokter," terang dia.
Namun, jika harus menggunakan obat tertentu dalam jangka lama tentu tidak akan menimbulkan masalah selama penggunaannya sesuai dengan indikasi dan kondisi pasien.