Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setiap tanggal 28 Juli diperingati sebagai Hari Hepatitis Sedunia.
Pada tahun ini mengangkat tema “Mendekatkan Akses Pengobatan Hepatitis karena Hepatitis Tidak dapat Menunggu”.
Diharapkan adanya peningkatan upaya penanggulangan melalui pencegahan, pengendalian penyakit hepatitis di Indonesia.
Hepatitis merupakan penyakit menular dalam bentuk peradangan hati yang disebabkan oleh virus dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat di dunia, termasuk Indonesia.
Baca juga: Menkes: Mencegah Hepatitis Lebih Murah daripada Mengobatinya
Virus Hepatitis B dan C ini menyebabkan sekitar 1,5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya.
Situasi itu tergambarkan dengan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dimana prevalensi pengidap hepatitis di Indonesia adalah 0,4 persen.
Hepatitis C menjadi salah satu jenis hepatitis prioritas dan sorotan saat ini di Indonesia karena risiko penularannya yang tinggi.
Pasien dengan penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis memiliki presentasi risiko tinggi untuk terinfeksi virus Hepatitis C, yaitu sebesar
15,16 persen.
Sayangnya, risiko terinfeksi virus Hepatitis C akan semakin meningkat apabila semakin lama waktu pasien tersebut menjalani hemodialisis.
Prevalensi Hepatitis C pada pasien hemodialisis masih tetap tinggi karena pasien tersebut memiliki kecenderungan untuk menularkan virus Hepatitis C ke pasien Hemodialisis lainnya. Hal itu juga dipicu karena pasien hemodialisis dengan Hepatitis C jarang mendapatkan pengobatan yang optimal.
Merck Sharp & Dohme (MSD) Indonesia menegaskan pentingnya kesadaran terhadap masalah hepatitis di Indonesia dan menjelaskan pentingnya akses pengobatan bagi masyarakat.
Baca juga: Kenali Gejala Awal Hepatitis C, Lakukan Skrining dan Pengobatan di Malaysia Healthcare!
George Stylianou, Managing Director Merck Sharp & Dohme Indonesia mengatakan, MSD Indonesia memiliki harapan agar masyarakat sadar pentingnya pemahaman yang tepat pada Hepatitis, deteksi dini, dan akses pengobatannya yang optimal.
"Kami memahami bahwa keterbatasan ekonomi dan sosial dapat menimbulkan ketimpangan dan tantangan bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan optimal dengan kualitas yang tinggi. Namun, akses pengobatan yang optimal dan deteksi dini nantinya memiliki peranan yang besar dalam menurunkan angka penderita Hepatitis C dan risiko penularannya," kata George dalam kegiatan peringatan hari Hepatitis Sedunia, Kamis (28/7/2022).
Melalui momentum ini, diharapkan semua pihak baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat berkolaborasi untuk mewujudkan generasi bebas hepatitis. Di MSD.
"Kami bekerja dengan mengutamakan inovasi terhadap pengobatan yang optimal bagi pasien dan terus memastikan pengobatan ini dapat diakses oleh pasien yang membutuhkan. Kami sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk merealisasikan komitmen Pemerintah Indonesia dalam mengeliminasi Hepatitis C pada tahun 2030.” lanjut George.
Di Indonesia, saat ini telah tersedia terapi anti Hepatitis C Virus golongan Direct Acting Antivirus (DAA) yang telah terbukti secara klinis mencapai respon kesembuhan lebih dari 95 persen. Adanya inovasi pengobatan ini menambah tingkat pengobatan pasien hepatitis C menjadi lebih optimal.
Selain itu, upaya-upaya pencegahan infeksi Hepatitis C juga penting dilakukan, yaitu dengan menjalani standar prosedur pengendalian infeksi meliputi perilaku higienis yang terbukti secara efektif dapat mencegah penularan melalui darah dan cairan yang terkontaminasi diantara pasien.
Melakukan upaya disiplin dalam menjaga kebersihan tangan, keamanan injeksi, dan pembersihan lingkungan. (*)