Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu pengurangan bahaya rokok menjadi topik utama dalam 5th Scientific Summit yang diselenggarakan secara hibrida pada 21-22 September 2022 di Athena, Yunani.
Forum yang bertemakan “Tobacco Harm Reduction: Novel Product, Research & Policy” tersebut dihadiri para peneliti, dokter, ilmuwan, dan akademisi ternama dalam berbagai bidang dari seluruh dunia.
Salah satu pemaparan dalam forum tersebut membahas mengenai kajian klinis dengan judul “Respon Gusi Pada Pengguna Vape Saat Mengalami Peradangan Gusi Buatan (Gingivitas Experimental) yang dilakukan akademisi dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Bandung, yakni Amaliya, Agus Susanto, serta Jimmy Gunawan.
Penelitian klinis ini untuk mengetahui sejauh mana produk tembakau alternatif memiliki dampak bagi pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi pada pengguna vape dibandingkan dengan gusi pada perokok
“Penelitian ini bertujuan untuk mengamati respon gusi yang dinilai dari derajat peradangan dan pendarahan gusi yang merupakan tanda awal dari pertahanan gusi terhadap bakteri plak gigi selama percobaan gingivitis (peradangan gusi) pada pengguna vape dibandingkan perokok dan bukan perokok. Peradangan gusi merupakan mekanisme pertahanan dalam merespon plak bakteri yang menempel di permukaan gigi,” kata Amaliya dalam paparannya, dikutip Senin (26/9/2022).
Penelitian ini melibatkan 15 responden berusia 18-55 tahun yang dibagi ke dalam tiga kelompok dengan distribusi gender tidak merata.
Kelompok pertama adalah perokok dengan masa konsumsi rokok minimal satu tahun.
Sementara kelompok kedua adalah pengguna vape yang telah beralih dari rokok dengan masa penggunaan minimal satu tahun.
Kelompok terakhir adalah non-perokok atau bukan pengguna produk tembakau yang akan dijadikan sebagi acuan untuk hasil penelitian.
Baca juga: 57,6 % Penduduk Indonesia Alami Masalah Gigi dan Mulut, Dokter Gigi Ungkap Solusinya
“Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengguna vape yang telah berhenti dari merokok menunjukan perbaikan kualitas gusi yang dibuktikan dengan tingkat peradangan dan pendarahan gusi yang sama seperti yang dialami oleh non-perokok. Artinya, kondisi pertahanan gusi pengguna vape telah kembali normal,” jelas Amaliya.
Lebih lanjut ia meneruskan nikotin selama ini dianggap sebagai penyebab gangguan pertahanan gusi dengan ditandai oleh penyempitan pembuluh darah pada gusi, tetapi pada penelitian ini terlihat bahwa pengguna vape dengan cairan e-liquid yang mengandung nikotin tidak memperlihatkan gangguan pertahanan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan (preliminary study) ini menunjukkan nikotin bukan penyebab utama penyempitan pembuluh darah pada gusi, serta pertahanan gusi pengguna vape hampir menyerupai kondisi gusi pada non-perokok.
“Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kandungan lain dari rokok, bukan nikotin sehingga perlu diteliti lebih lanjut,” tutue Amaliya.
Selain Amaliya, para peneliti, dokter, ilmuwan, maupun akademisi lainnya yang menjadi narasumber dalam forum ini beberapa diantaranya adalah Profesor Manajemen Rumah Sakit dan Ekonomi Kesehatan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Sharifa Ezat Wan Puteh dan Direktur Centre of Research Excellence: Indiegenous Sovereignty & Smoking dari Selandia Baru. Marewa Glover.
Lalu Psikolog dan Pendiri Klinik Berhenti Merokok bernama Fagerstrom Consulting, Karl Fagerstrom, hingga Profesor Psikologi Kesehatan dari Universitas College London, Lion Shahab.