Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Guru Besar Universitas Sahid Jakarta, Prof. Dr. Ir. Kholil, M.Kom, menjelaskan urutan perundang-undangan telah jelas menetapkan kedudukan yang lebih tinggi, yaitu dimulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), UU, kemudian PP, dan selanjutnya.
Hal ini dijelaskan oleh Kholil berkaitan dengan usulan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPermenkes).
Dirinya menilai Rancangan Permenkes seakan ingin melangkahi hierarki aturan hukum dengan menabrak aturan yang lebih tinggi.
"Mestinya peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi," ujar Kholil melalui keterangan tertulis, Rabu (18/12/2024).
Prof. Kholil menilai ada dua kebijakan pada Rancangan Permenkes yang berpotensi menabrak beberapa aturan yang lebih tinggi.
Salah satunya adalah rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang berseberangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
UU tersebut menyatakan bahwa merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna untuk membedakan.
Selain itu, Rancangan Permenkes dan PP 28/2024 juga bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa konsumen berhak mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi.
"Artinya, hak konsumen untuk mendapatkan info produk secara jujur, benar, dan lengkap tidak bisa diperoleh jika Rancangan Permenkes diterapkan," kata Kholil.
Kholil meminta agar Rancangan Permenkes untuk melakukan sinkronisasi dengan aturan-aturan yang lebih tinggi hierarkinya.
Ia menilai harmonisasi peraturan sebagai hal yang penting, mengingat Presiden Prabowo Subianto telah mendesak agar mengkaji ulang semua aturan perundang-undangan agar harmonis dan sinkron sebagai langkah menuju Indonesia Emas 2045.
Tapi, upaya Kemenkes melalui PP 28/2024 serta Rancangan Permenkes justru bertolak belakang dengan arahan Presiden Prabowo.