Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) berjanji kasus cemaran pada obat sirup tidak terjadi lagi.
Kepala BPOM Penny K. Lukito mengklaim, pihaknya secara rutin melakukan pengawasan dan memerksa sampling demi memastikan keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu produk obat dan makanan.
Baca juga: Dianggap Tak Kompak dengan BPOM, Menkes: Kami Baik-baik Saja
Pengujian berbasis risiko secara acak untuk memastikan pelaku usaha konsisten dalam menerapkan cara pembuatan obat dan makanan yang baik/Good Manufacturing Practices (GMP).
"Apakah sistem pengawasan obat yang ada itu tidak cukup ketat? sehingga ini bisa terjadi dan tentunya mencari solusi dari penyebab-penyebab tersebut dan tanggung jawab. Kami juga untuk memperbaiki sistem dan memastikan ini tidak akan terjadi lagi," kata dia dalam RDP bersama DPR beberapa waktu lalu.
Menurut Penny, sistem jaminan keamanan dan mutu untuk obat terdiri dari banyak pihak, seperti industri maupun kementerian dan lembaga lainnya.
"Juga ada proses pelayanan kesehatan dimana di dalamnya ada tenaga kesehatan yang menggunakan obat ini," ungkap dia.
Baca juga: Obat Sirup Tercemar EG dan DEG, Anggota DPR Minta Kepala BPOM Tanggungjawab
Ia menerangkan, sesuai prosedur pengadaan pelarut tambahan seperti, propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) tidak melalui pengawasan BPOM, melainkan melalui pengawasan dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Dikesempatan yang sama, Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebut, penyebab peningkatan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) atau AKI pada anak di Indonesia karena cemaran zat berbahaya pada obat sirup yakni Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), maupun Etilen Glikol Butil Ether (EGBE) yang melebihi ambang batas.
Sebelumnya pihaknya telah meneliti dan menemukan bahwa ada tiga zat kimia berbahaya itu pada ginjal pasien balita.
"Faktor risiko terbesar dari terjadinya acute kidney injury/AKI adalah karena adanya senyawa EG dan deg yang melebihi dari standar yang diminum oleh anak-anak. Kami juga bilang bahwa nggak 100 persen karena ada penyebab lainnya juga," kata Menkes.