Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, AUCKLAND – Selandia Baru Selasa (13/12/2022) kemarin resmi mengesahkan undang-undang anti rokok yang sekaligus melarang penjualan tembakau kepada siapa pun yang lahir pada atau setelah 1 Januari 2009.
Dilansir dari CNN, larangan tersebut bertujuan untuk mencegah generasi mendatang untuk merokok dan merupakan bagian dari program pemerintah untuk membuat negara tersebut “bebas asap rokok” pada 2025.
Undang-undang baru itu juga akan memangkas jumlah pengecer yang memiliki izin untuk menjual tembakau, dari 6.000 menjadi 600 pada akhir 2023.
Bagi mereka yang melanggar undang-undang baru tersebut akan dikenai hukuman denda sebesar 96.000 dolar AS atau sekitar Rp 1,5 miliar.
“Ribuan orang akan hidup lebih lama, hidup lebih sehat dan sistem kesehatan negara akan lebih baik karena tidak perlu mengobati penyakit, seperti berbagai jenis kanker, serangan jantung, stroke, amputasi yang disebabkan oleh rokok,” kata Ayesha Verrall, menteri kesehatan Selandia Baru.
Seperti diketahui, jumlah perokok aktif di negara itu turun menjadi 8 persen dalam 12 bulan terakhir, dari yang sebelumnya 9,4 persen, sehingga menjadikannya negara dengan jumlah perokok aktif terendah di dunia.
Baca juga: Pemerintah: Tarif Cukai Rokok Dinaikkan 10 Persen untuk Tahun 2023 dan 2024
Di samping itu, Verrall juga mengatakan bahwa undang-undang itu akan membantu menutup kesenjangan harapan hidup antara warga Maori dan non-Maori, yang bisa mencapai 25 persen untuk perempuan.
Baca juga: Empat Aspek Ini Jadi Pertimbangan Pemerintah Naikkan Tarif Cukai Rokok
Namun, dibalik rendahnya jumlah perokok aktif di Selandia Baru ternyata tidak berbanding lurus dengan pengguna vaping (rokok elektrik) yang populer di kalangan muda.
Data resmi menunjukkan 8,3 persen orang dewasa sekarang melakukan vaping setiap hari, naik dari 6,2 persen pada tahun lalu.