Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan kasus obesitas marak terekspos media.
Setelah Fajri, seorang pria dari Jakarta Timur bernama Ahmad Juwanto, diketahui mengalami obesitas, dengan tubuh berbobot 200 kilogram.
Pemerintah dinilai mesti ambil peran dalam mengatasi masalah obesitas di tengah masyarakat.
Demikian dikatakan Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Sub Endokrin Dr dr EM Yunir SpPD KEMD.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah menerapkan pembatasan maksimal kalori pada tiap produk makanan.
Baca juga: Dokter Sebut Masyarakat Indonesia Berisiko Tinggi Obesitas Dibanding Negara Lain, Ini Penyebabnya
"Ini yang mungkin peran pemerintah dan kita tidak bisa berbuat apa-apa," ungkapnya pada media briefing virtual, Senin (10/7/2023).
Menurutnya, saat ini tidak ada pembatasan maksimal berapa kalori yang diperbolehkan dalam satu jenis makanan yang dijual.
Terlebih saat ini banyak menu dari makanan cepat saji yang mengandung banyak sekali tepung dan gula.
"Kalau kita lihat makanan cepat saji, cake, roti, kue dan sebagainya, pasti topping-nya gula semua. Ditambah keju, susu, cream," papar dr Yunir
Terlalu sering merasakan makanan yang manis dapat memberikan rasangan pada pengecap atau lidah.
"Hingga suatu saat, ambang manisnya berubah naik lagi. Sehingga makan yang manis-manis kini menjadi biasa saja (dikonsumsi)," paparnya.
Orang yang tidak biasa mengonsumsi makanan manis biasanya hanya mampu memakannya sedikit.
"Tapi pada orang-orang terbiasa, suatu saat hal itu akan membuat dia ketagihan untuk mendapatkan makanan manis," tutur Yunir.
Ditambah lagi belum ada pembatasan aturan dari pemerintah.
"Pemerintah (perlu) mengawasi produk-produk makanan cepat saji, makanan jadi yang mengandung kalori tinggi," pungkasnya.