TRIBUNNEWS.COM - Kekhawatiran akan bahaya dari senyawa Bisphenol A (BPA) belakangan ini ramai dibicarakan publik dan makin menjadi hal serius yang mengemuka di seluruh dunia.
Dokter spesialis anak/pediatrician, dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A mengatakan bahwa senyawa BPA sebenarnya sudah digunakan sejak lama sekitar sejak 40 tahun yang lalu.
Namun, seiring perkembangan data penelitian, akhirnya pada tahun 2012 FDA (Food and Drug Administration) memutuskan bahwa BPA tidak lagi bisa digunakan pada berbagai produk karena dicurigai dapat menyebabkan risiko-risiko kesehatan yang bisa berdampak pada semua usia, baik laki-laki maupun perempuan bahkan anak-anak.
“Mulai 2017 hingga 2021, penelitian yang dilakukan juga menunjukkan bahwa apabila ibu hamil terpapar BPA dalam jumlah banyak, yang lalu diteruskan pada masa anak-anaknya, itu bisa menyebabkan gangguan perilaku, seperti anak lebih mudah tantrum, hiperaktif, kemudian masalah perilaku,” jelas dr. Kanya Ayu Paramastri, Sp.A saat berbincang dengan dr. Richard Lee melalui video kanal YouTube dr. Richard Lee, MARS yang bertajuk “Spesialis Anak: Bahaya BPA Itu Real!! Sebab Kronis Penyakit Pada Anak!?”
Baca juga: Industri AMDK Jadi Sorotan, Richard Lee Bocorkan Kebijakan Pelabelan BPA
dr. Kanya menjelaskan, dikarenakan paparan BPA menjadi salah satu penyebab gangguan kesehatan dan tumbuh kembang anak, maka sebaiknya masyarakat perlu lebih bijak dan meminimalisir risiko paparan BPA.
Untuk itu, sebagai langkah mengantisipasi bahaya kesehatan tersebut, dr. Kanya mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah preventif dengan cara memperhatikan kemasan makanan sebelum mengonsumsinya. Pilihan yang paling aman adalah kemasan yang terdapat gambar sendok-garpu (food grade).
“Masyarakat harus pintar dalam memilih karena BPA tidak hanya ada pada botol bayi saja tapi juga botol minum anak atau tempat lunch box anak. Mau selucu apapun, kalau saat kemasannya dibalik tidak ada lambang food grade-nya, tidak ada tulisan BPA Free, tidak ada lambang segitiga yang aman, ya, jangan dibeli,” jelas dr. Kanya.
Sementara itu, terkait regulasi BPA, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah berinisiatif untuk menyusun draft Rancangan Peraturan Badan POM tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan POM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Dalam penyusunannya, BPOM telah melakukan berbagai kajian scientific based/policy brief yang meliputi kajian keamanan BPA, kajian dampak ekonomi kesehatan, kajian dampak lingkungan hidup, dan kajian dampak sosial.
Namun, menurut dr. Richard Lee, pembuatan regulasi tersebut terkesan lambat sehingga membuatnya sebagai masyarakat menjadi resah dan dirinya hanya menyampaikan edukasi kepada masyarakat senyawa BPA tersebut.
Terlebih, dr. Richard menjelaskan bahwa apa yang dikonsumsi akan berdampak pada kualitas hidup seseorang.
“Apa yang kamu konsumsi, apa yang kamu makan, akan berefek pada tubuh, kadang tidak disadari saja. Jadi, concern dengan apa yang kamu konsumsi dan harus lebih bijaksana untuk melihatnya,” ungkap dr. Richard.
Baca juga: Tak Gentar Didemo LSM, Richard Lee Beberkan Peta Sebaran Kontaminasi BPA di Indonesia