News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Demam Berdarah

Nyamuk Wolbachia Alias Nyamuk Bill Gates Diklaim Ampuh Turunkan Kasus DBD, Ini Penjelasan Pakar

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi nyamuk - Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus Ahli Onkologi, Prof Zubairi Djoerban, menjelaskan terkait proyek nyamuk Wolbachia yang juga disebut sebagai nyamuk Bill Gates, yang menuai pro kontra akhir-akhir ini.

TRIBUNNEWS.COM - Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sekaligus Ahli Onkologi, Prof Zubairi Djoerban, menjelaskan terkait proyek nyamuk Wolbachia yang juga disebut sebagai nyamuk Bill Gates, yang menuai pro kontra akhir-akhir ini.

Penyebaran nyamuk Wolbachia disebut mampu menurunkan kasus demam berdarah dengue (DBD), termasuk di Indonesia.

Wolbachia adalah bakteri yang sangat umum dan terdapat pada 50 persen spesies serangga termasuk nyamuk, lalat, dan kupu-kupu.

Zubairi menjelaskan, nyamuk Wolbachia merupakan suatu proyek yang dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP), perusahaan milik Monash University, Australia.

"Mungkin karena proyek ini mendapatkan dukungan dari Bill & Melinda Gates Foundation, maka banyak dikenal sebagai nyamuk Bill Gates," ungkap Zubairi melalui cuitan di Twitter, Kamis (16/11/2023). Tribunnews.com sudah mendapat izin untuk mengutip penjelasan Zubairi.

Baca juga: Mengenal Nyamuk Wolbachia yang Jadi Metode Alami untuk Tekan Kasus DBD

Tujuan dikembangkannya proyek nyamuk Wolbachia adalah untuk menurunkan penyebaran DBD, demam kuning, dan chikungunya.

Dokter yang sempat menjabat Ketua Satgas Penanganan Covid-19 IDI itu menjelaskan, bakteri Wolbachia dapat melumpuhkan virus dengeu yang terkandung dalam nyamuk aedes aegypti.

"Gampangnya, ini seperti vaksin, tapi yang divaksin itu nyamuknya agar tidak menyebarkan virus ke manusia."

"Selain itu, nyamuk hanya akan bekerja untuk mengurangi jumlah spesies nyamuk sasaran," ujarnya.

Nyamuk ini telah berhasil digunakan di beberapa bagian Brasil, Kepulauan Cayman, Panama, India, dan Singapura.

Dokter spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi-onkologi dari PB IDI, Prof dr Zubairi Djoerban. (tribunnews.com/Aisyah Nursyamsi)

Baca juga: Atasi DBD, Kemenkes Tebar Nyamuk Wolbachia di Kupang

Bagaimana dengan Indonesia?

Untuk Indonesia, nyamuk Wolbachia sudah disebar, tepatnya di Yogyakarta.

"Setelah diteliti oleh UGM, hasilnya mengejutkan, kasus DBD pada daerah yang diteliti mengalami penurunan sampai 77 persen."

"Begitupun dengan presentase pasien yang dirawat di RS. Turun sampai 86 persen," ungkap Zubairi.

Bali menjadi tempat penyebaran nyamuk Wolbachia tahun ini.

Sedianya, penyebaran nyamuk Wolbachia akan dilakukan di Bali pada 13 November 2023.

Tetapi, rencana itu ditunda karena ada penolakan dari sejumlah pihak, sebagaimana dilaporkan Tribun Bali.

"Batal (disebarkan 13 November). Dan ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Denpasar, Anak Agung Ngurah Gede Dharmayuda, Senin (13/11/2023).

Mengenai hal itu, Zubairi tak memungkiri adanya pro kontra.

"Memang di balik manfaatnya, masih terdapat kontra yang juga populer di masyarakat. Seperti kemungkinan adanya mutasi yang bisa mengarah pada sifat ganas dan sudah ada metode pembasmian nyamuk untuk melindungi manusia."

"Jadi masyarakat kontra menganggap tidak perlu adanya penyebaran nyamuk Wolbachia," ungkapnya.

Adapun Environmental Protection Agency (EPA), Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat, menyatakan nyamuk transgenik atau Wolbachia ini tidak menimbulkan risiko bagi manusia, hewan, atau lingkungan.

Untuk diketahui, hanya nyamuk transgenik jantan yang dilepaskan karena tidak akan menggigit manusia.

"Sehingga tidak membahayakan dan tidak ikut menyebarkan virus Zika serta patogen lainnya."

"Di Amerika Serikat, penggunaan nyamuk transgenik sudah diatur oleh EPA. Izin Penggunaan Eksperimental atau EUP harus diberikan terlebih dahulu sebelum melakukan penyebaran."

"Begitulah ilmu pengetahuan, terus berkembang dengan berbagai pro dan kontranya. Suatu hal yang baru memang akan selalu menimbulkan diskusi," pungkas Zubairi.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Tribun-Bali.com/Putu Supartika)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini