“Kami membandingkan kecenderungan dengue di Yogyakarta mundur 30 tahun, dari situ kami menyimpulkan memang angka kejadian dengue saat ini terendah sejak 30 tahun lalu. Hasil ini menjadi bukti penelitian di Yogyakarta sekaligus rekomendasi ke WHO untuk vector control advisory Group,” katanya.
Prof Adi Utarini menambahkan, selain menurunkan angka kejadian dengue, penyebaran nyamuk ber-wolbachia disebut juga berhasil menekan anggaran penanganan dengue Kota Yogyakarta.
Prof Adi Utarini juga mengungkapkan, salah satu anggaran yang dapat ditekan adalah pembiayaan untuk fogging atau pengasapan.
“Karena tingginya kasus, fogging yang semula bisa 200 kali di tahun 2022, tapi kini bisa 9 kali di tahun ini. Penghematannya bisa sekitar 200-an juta, sehingga biayanya bisa di realokasi untuk hal lain,” kata Prof Adi Utarini.
Disamping pengasapan, penurunan jumlah kasus dengue yang dirawat inap, juga diperkirakan akan menghemat biaya perawatan pasien dengue yang menggunakan BPJS Kesehatan.
“Sekitar tahun 2017-an di satu kabupaten bisa Rp 8-9 miliar untuk dengue. Jadi ini bisa menjadi potensi penghematan yang besar,” ungkapnya