TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Modernisasi dan revolusi teknologi di bidang Kimia Medisinal memperlihatkan kontribusi ilmu Kimia Komputasi dan Bioinformatika dalam mendesain berbagai struktur molekul senyawa obat.
Hal ini menunjang dilakukannya inovasi rekayasa struktur molekul secara sintesis untuk menghasilkan invensi berupa entitas senyawa kimia baru yang dapat digunakan untuk terapi.
Menurut Prof. Dr. Ade Arsianti, yang dikukuhkan sebagai guru besar Bidang Kimia Kedokteran, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI), penelitian dan pengembangan obat baru secara sintetik memerlukan biaya yang tinggi.
Oleh sebab itu, penelitian singkat yang dilakukan adalah menyintesis senyawa analog secara rekayasa struktur kimia untuk mendapatkan senyawa baru yang memiliki aktivitas lebih tinggi, toksisitas atau efek samping lebih rendah, lebih selektif, dan lebih stabil.
“Inovasi rekayasa struktur molekul berbasis sintesis kimia merupakan strategi yang sangat menjanjikan untuk mendapatkan senyawa analog obat sintetik yang unggul dari suatu senyawa bioaktif alami, seperti antimycin dan asam galat,” ujarnya, Jumat (29/12/2023).
Dalam penelitiannya, Prof. Ade mengusung inovasi rekayasa struktur molekul dan sintesis senyawa analog Antimycin A3 yang berpotensi membunuh sel kanker payudara.
Penelitian terdahulu menyebutkan dilakton cincin sembilan pada Antimycin A3 kurang efektif sebagai antikanker.
Untuk itu, rekayasa struktur molekul dilakukan dengan memodifikasinya melalui gugus aktif tetralakton cincin 18 yang menghasilkan senyawa analog 2.
Senyawa ini dapat dikembangkan sebagai kandidat obat baru untuk terapi kanker payudara karena memiliki kemampuan lebih kuat daripada Antimycin A3.
Inovasi rekayasa ini juga diaplikasikan pada senyawa asam galat. Asam galat adalah asam trihidroksibenbenzoat yang terdapat dalam tumbuhan dan buah-buahan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, antijamur, antivirus, antiinflamasi, dan antikanker.
Senyawa turunan oktil galat, amil galat, dan propil galat adalah tiga senyawa terbaik yang memiliki kestabilan dan afinitas yang tinggi.
Uji in vitro menunjukkan oktil galat dan amil galat memiliki aktivitas antimalaria yang lebih tinggi daripada asam galat sehingga dapat dikembangkan sebagai agen yang dapat menghambat Plasmodium falciparum.
Selain dua inovasi tersebut, Prof. Ade juga menjelaskan tentang teknologi nanopartikel. Asam galat memiliki efek antikanker payudara, namun ia bersifat hidrofilik sehingga sulit berpenetrasi ke dalam dinding sel kanker.
Salah satu solusi dari masalah ini adalah membuat sediaan asam galat dalam bentuk nanopartikel.
“Nanopartikel asam galat memberikan sitotoksisitas yang tinggi pada sel T47D dibandingkan asam galat bebas, sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat yang menjanjikan untuk terapi pengobatan kanker payudara,” katanya.
Pada pengukuhannya itu, Ade menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Modernisasi Kimia Medisinal: Inovasi Rekayasa Struktur Molekul Berbasis Sintesis Kimia untuk Mendukung Penemuan dan Pengembangan Obat Baru di Indonesia”.
Ia menyebutkan bahwa pertambahan populasi penduduk mengakibatkan kebutuhan obat-obatan meningkat dari tahun ke tahun.
Namun, peningkatan kebutuhan ini tidak diikuti dengan ketersediaan obat dan bahan obat yang berdampak pada mahalnya harga obat karena sekitar 90 persen bahan baku masih impor.
Oleh karena itu, pencarian obat baru yang aman dan efektif menjadi tantangan besar bagi penelitian dan pengembangan obat di bidang Kimia Medisinal.
Kimia Medisinal merupakan ilmu pengetahuan multidisiplin yang digunakan untuk memahami mekanisme kerja obat pada tingkat molekul.
Penerapan ilmu ini secara kovensional menunjukkan bahwa hingga awal abad ke-20, sebagian besar obat berasal dari sumber alami, seperti tumbuhan dan mikroorganisme, sedangkan pada pertengahan abad ke-20, obat-obatan ada yang berasal dari sintesis kimia atau yang dikenal dengan obat sintetik.
Penelitian Prof. Ade terkait inovasi rekayasa struktur molekul merupakan satu dari banyaknya penelitian yang dilakukannya. (*)