News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Makanan Ini Disebut Bisa Sebabkan Endometriosis, Benarkah? Berikut Kata Dokter

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi nyeri kronis.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan estrogen, hormon alami yang diproduksi oleh tubuh pada usia subur.

Salah satu gejalanya adalah rasa nyeri yang tidak bahkan sampai tidak tertahankan.

Gejala dan nyeri yang berhubungan dengan endometriosis dapat menurun saat kadar estrogen rendah.

Terkait endometriosis, belakangan ramai di media sosial, pasien yang didiagnosis endometriosis mengaku menderita penyakit tersebut akibat mengonsumsi makanan tertentu.

Misalnya saja makanan tinggi natrium seperti seblak. Lantas, benarkah makanan tersebut bisa jadi penyebabnya?

Terkait hal ini, Spesialis kebidanan dan kandungan, Dr. dr. Kanadi Sumapraja, Sp.OG, Subsp. FER beri tanggapan.

Ia membantah jika kemunculan endometriosis hanya dikarenakan makanan tertentu seperti seblak.

"Terlampau sederhana menghubungkan jenis makanan tertentu dengan endometriosis. Jadi suatu hal normatif mengonsumsi makanan yang sehat, untuk mencegah berbagai penyakit," ungkapnya pada media briefing di Jakarta, Minggu (10/3/2024).

Namun terkait makanan ini Kanadi, mengatakan memang ada beberapa penelitian menunjukkan ada jenis makanan yang bereaksi dengan radang.

Seperti diketahui, endometriosis dapat memicu reaksi inflamasi kronis yang mengakibatkan timbulnya rasa nyeri dan perlengketan.

Perlengketan dapat berkembang ketika jaringan parut menempel pada jaringan atau organ lain.

Sehingga merekatkan antar jaringan ataupun organ.

"Salah satu hal yang pernah diteliti kaitan antara makanan tertentu yang bereaksi dengan radang misalnya daging merah. Itu umumnya berhubungan," ujarnya.

Hanya saja, bukan berarti bisa menjadi penyebab utama.

Melainkan gabungan dari faktor risiko yang lain.

"Sekali lagi saya yakin itu merupakan sebuah kumulatif faktor risiko yang berujung terjadinya endo, dan itu bukan satu-satunya," tutup dr Kanadi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini