Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Thailand akan segera mengeluarkan peraturan yang mengizinkan penggunaan ganja untuk kesehtan dan keperluan medis.
Lalu bagaimana Indonesia?
Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. apt. Zullies menuturkan, langkah itu tidak bisa diikuti oleh Indonesia.
Di Indonesia secara tegas melarang penggunaa ganja dalam undang-undang.
UU menyebutkan ganja merupakan narkotika golongan 1.
Artinya hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
"Belum diterapkan karena memang dalam UU Narkotika, ganja masuk pada Narkotika golongan 1 yang tidak digunakan untuk pengobatan, karena bersifat sangat menyebabkan ketergantungan," kata Zullies saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (23/7/2024).
Lebih lanjut, dirinya tidak menyetujui legalisasi ganja sekalipun dengan tujuan keperluan medis.
Senyawa turunan ganja seperti cannabidiol yang tidak memiliki aktivitas psikoaktif bisa untuk dilegalisasi. Tapi tidak untuk ganjanya.
Senyawa Cannabidiol dapat digunakan sebagai obat dan bisa masuk dalam narkotika golongan 2 atau 3.
Baca juga: Thailand Segera Legalkan Ganja untuk Keperluan Medis dan Kesehatan
Meski demikian, ia menekankan ganja medis bukanlah menjadi obat satu-satunya yang bisa mengatasi kejang pada tubuh seseorang.
Ganja medis disarankan sebagai obat alternatif, bukan obat utama apabila obat lain sudah tidak berefek bagi pasien.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa proses legalisasi menjadi obat, harus dilakukan mengikuti kaidah pegembangan obat, didukung dengan adanya data-data uji klinis terkait serta didaftarkan ke BPOM.
‘Untuk ganja tidak bisa menggunakan regulasi seperti obat herbal lainnya yang tidak mengandung senyawa psikoaktif,” terang dia.
Melansir Reuters, Thailand akan berupaya untuk melegalkan ganja demi kepentingan medis.
Hal tersebut mengejutkan sebab Thailand sebelumnya mengizinkan penggunaan ganja untuk rekreasi sejak tahun 2022.
Namun dua tahun berselang, negara gajah putih ini mengalami ledakan bertumbuhnya ribuan toko dan ritel ganja.
"Saya ingin Kementerian Kesehatan mengubah peraturan dan memasukkan kembali ganja ke dalam daftar narkotika," kata Perdana Menteri Srettha Thavisin di platform media sosial X pada bulan Mei lalu.