Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -- Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO Dr Tedros baru saja mengumumkan adanya kenaikan kasus Mpox di Kongo dan beberapa negara di wilayah Afrika.
Hal ini membuat WHO menyatakan kondisi tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan dunia, atau istilah resminya adalah Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Baca juga: WHO tetapkan mpox darurat kesehatan global, apa gejala dan bagaimana penyebarannya?
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama pun merespons kondisi tersebut.
Ia menjelaskan, status itu didasari pada kekhawatiran pada masalah penyakit menular yang mungkin mewabah.
“Untuk mpox ini mmergency Committee menyebutkan juga bahwa ada potensi (namun belum pasti) bahwa mpox ini juga mungkin saja menyebar ke luar benua Afrika, yang artinya juga mungkin saja ke Asia,” kata dia kepada wartawan, Jumat (16/8/2024).
Dalam pernyataan PHEIC disebutkan bahwa memerlukan segera upaya internasional yang terkoordinasi, salah satunya tentang vaksinasi.
Baca juga: Kasus Monkeypox Naik Lagi, Perlukah Pakai Masker? Begini Kata Satgas MPox PB IDI
Saat ini ada dua jenis vaksin yang direkomendasikan oleh WHO’s Strategic Advisory Group of Experts on Immunization dan juga sudah disetujui dan tercakup dalam WHO-listed national regulatory authorities.
Prof Tjandra menuturkan, paeningkatan kasus kembali di beberapa negara disebabkan clade 1b yg memang lebih ganas dari clade 2 yang dulu banyak dikenal.
Seperti diketahui bahwa Mpox ini pernah dikategorikan sebagai PHEIC dan lalu dicabut karena terkendali, tetapi kini mewabah lagi.
“Apakah Indonesia perlu menutup kedatangan dari negara-negara yang kini sedang terjangkit. Kalau ada penyakit apapun yangg jadi darurat internasional maka yg negara-negara lakukan bukanlah utamanya menutup perbatasan, tapi memperkuat sistem pengendalian di dalam negerinya,” ungkap dia.
Ia menerangkan, penutupan pintu masuk perbatasan tidak menghambat Covid-19 mendunia.
“Belum lagi kalau yang di tutup negara A sampai F misalnya, bagaimana menjamin bahwa di negara G sampai L misalnya belum ada kasus, kan tidak mungkin juga menutup perbatasan dari seluruh dunia. Jadi yang utama adalah siapkan sistem kesehatan di dalam negeri, walau tentu tetap waspada kemungkinan dari luar negeri” urai Prof Tjandra.
Diketahui, di Indonesia sudah pernah ada beberapa kasus Mpox, sedikitnya ada lima kasus.
Sehingga yang perlu dilakukan di dalam negeri.
Pertama, promosi kesehatan yang luas tentang penyakit ini.
Kedua, surveilan untuk deteksi kasus yang mungkin ada di berbagai pelosok daerah Indonesia.
Ketiga, peningkatan kemampuan diagnostik pasti untuk mpox ini.
Keempat, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan di berbagai tingkatannya.
Kelima, koordinasi dan kerjasama internasional tentang antisipasi perluasan penyakit antar negara.
“Dunia internasional sudah mengubah istilah “monkey pox” menjadi “mpox”, antara lain karena kasus-kasus kini tidak selalu berhubungan dengan monyet. Sehubungan hal itu, maka akan baik kalau kita mengubah dan menyesuaikan istilah Cacar Monyet ini pula dan menggunakan istilah baru yang lebih tepat,” jelas Direktur Pascasarjana Universitas YARSI ini.