“Selanjutnya, dokter boleh memberikan obat dengan catatan melihat gejala-gejala pada saat pasien melakukan pemeriksaan. Misal, pasien bergejala demam, nyeri.”
Apabila pasien tidak bergejala dan nyeri, bahkan tidak ada infeksi yang lain, dokter diharapkan tidak langsung memberikan obat antibiotika.
“Dokter pun jangan buru-buru memberikan obat antibiotika. Harus ada indikasi dari pasiennya dan melihat gejala, seperti demam, nyeri,” sambung Syahril.
“Akan tetapi, kalau gejala pasien lebih berat atau dengan obat antibiotika yang berdasarkan evidence based kurang berhasil, maka idealnya dilakukan pemeriksaan laboratorium kultur untuk melihat jenis bakteri dan obat yang tepat," lanjutnya.
Hasil pemeriksaan kultur akan menunjukkan jenis antibiotika yang tepat untuk mengobati infeksi bakteri yang dialami pasien. Jika antibiotika yang diberikan tidak sesuai, infeksi tidak akan sembuh.
Infeksi Akibat Resisten Obat
Bagi pasien yang mengalami infeksi akibat resistensi obat antibiotika, penanganannya harus dilakukan dengan tepat.
Kondisi dan gejala pasien akan menjadi pertimbangan apakah diperlukan perawatan di rumah sakit atau tidak.
“Dirawat di rumah sakit atau tidak, tergantung kondisi pasien. Biasanya memang benar, pasien dikatakan resisten karena gejalanya sudah berat, disuntik obat A tidak mempan. Faktor lainnya, karena tidak dilakukan uji kultur,” terang Juru Bicara Mohammad Syahril.
Idealnya, pasien yang sudah resisten harus melakukan uji kultur.
Proses ini agak lama, sekitar dua mingguan pemeriksaannya.
Syahril menambahkan, penyakit infeksi, termasuk infeksi akibat resistensi obat antibiotika, dapat menular.
Oleh karena itu, pasien yang dirawat harus diisolasi agar tidak bercampur dengan pasien lain yang mengalami penyakit berbeda, seperti diabetes atau kanker.
“Tidak boleh tercampur. Pasien infeksi harus sekelompok dengan pasien infeksi lain, harus sama-sama diisolasi. Kalau bakteri resisten di dalam tubuh pasien sendiri, maka gejalanya akan menjadi berat dan juga sangat menulari, misalnya, tuberkulosis (TB),” tambahnya.
Apabila bakteri TB resisten terhadap obat antibiotika, tentunya bahaya buat pasien itu sendiri.