Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tetris, permainan klasik yang diciptakan pada tahun 1984, kini muncul sebagai tren baru di TikTok, digunakan sebagai metode untuk mengatasi trauma.
Penelitian menunjukkan bahwa bermain Tetris setelah mengalami kejadian traumatis dapat mengurangi pembentukan ingatan intrusif dan memperbaiki gejala gangguan stres pascatrauma.
Penelitian ini dimulai pada 2009 untuk menguji apakah Tetris dapat bertindak sebagai “vaksin kognitif,” mencegah kilas balik yang mengganggu.
Dalam eksperimen tersebut, 40 peserta diminta menonton film berisi adegan cedera dan kematian, kemudian setengah dari mereka bermain Tetris selama 10 menit setelahnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang bermain Tetris melaporkan lebih sedikit kilas balik dan gejala trauma dibandingkan yang tidak bermain.
Penelitian lebih lanjut menemukan bahwa bermain Tetris setelah melihat gambar yang mengganggu juga dapat mengurangi ingatan tentang kejadian tersebut.
Pada 2018, studi dilakukan untuk melihat efek Tetris pada orang-orang yang baru saja mengalami kecelakaan mobil, dan hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang bermain Tetris memiliki ingatan mengganggu yang jauh lebih sedikit.
Meskipun temuan ini menjanjikan, para ahli memperingatkan bahwa bermain Tetris tidak dapat menggantikan pengobatan yang ada.
Penjelasan mengenai mengapa Tetris dapat membantu trauma masih dieksplorasi, dengan beberapa teori menyatakan bahwa permainan ini dapat mengalihkan perhatian dari ingatan yang mengganggu dengan cara yang mempengaruhi pemrosesan visuospasial otak.
Emily Holmes, seorang profesor di Universitas Uppsala, menjelaskan bahwa Tetris berfungsi sebagai intervensi yang bersaing dengan imajinasi, mengurangi ruang bagi ingatan traumatis.
Penelitian juga menunjukkan bahwa bermain Tetris dapat meningkatkan aktivitas di hipokampus, area otak yang bertanggung jawab atas konsolidasi informasi menjadi memori.
Meskipun ada bukti yang mendukung manfaat bermain Tetris setelah trauma, intervensi ini masih dalam tahap penelitian, dan para ahli menekankan perlunya dukungan profesional saat menggunakan strategi ini.
Hillary Ammon, seorang psikolog klinis, menambahkan bahwa tidak ada pedoman jelas untuk individu mengimplementasikan strategi ini secara mandiri.
Secara keseluruhan, meskipun Tetris menunjukkan potensi sebagai alat untuk mengatasi trauma, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diadopsi sebagai pengobatan formal.