Tubuh manusia juga memiliki kemampuan untuk memetabolisme berbagai zat kimia termasuk BPA. BPA yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh, akan dibuang dan tidak akan terakumulasi di dalam tubuh.
“Hati atau liver bisa memecah rantai BPA, kemudian BPA akan dibuang melalui saluran pencernaan lewat BAB. Ada sebagian yang masuk ke ginjal, dan akan dibuang melalui urin,” jelas Aswin.
Di Indonesia, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan regulasi ambang batas aman migrasi BPA, yaitu maksimal 0,6 bpj (600 mikrogram/kg).
Baca juga: Sukses Digelar di Dukuh Kalimundu Yogya, Ngayogjazz 2024 Masuk Kalender Event Kharisma Nusantara
Ketika sebuah produk telah beredar di pasaran, artinya produk tersebut telah mendapatkan izin dan mematuhi regulasi pemerintah yang berlaku, sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
Sekalipun benar terjadi luruhan BPA pada air minum dalam kemasan galon polikarbonat, dapat dipastikan angkanya akan sangat kecil dan jauh dibawah ambang batas yang telah ditetapkan oleh BPOM.
“Butuh 10.000 liter air dalam sekali minum untuk bisa mendapatkan kadar BPA yang melebihi ambang batas aman. Itu kan hal yang mustahil,” ujar Aswin.
Aswin menambahkan bahwa air minum yang dikemas dalam galon polikarbonat adalah produk yang sudah dikonsumsi lintas zaman selama bertahun-tahun.
Tidak ada bukti kuat selama ini yang menunjukkan adanya risiko bagi kesehatan masyarakat. Diketahui, misinformasi terkait masalah kesehatan yang disebabkan oleh BPA yang terkandung dalam AMDK masih terus beredar di masyarakat.
BPA sendiri adalah bahan baku pembuatan jenis plastik polikarbonat dan epoksi. Karena manfaatnya, BPA tidak hanya dipakai pada kemasan air minum, namun juga banyak ditemukan pada barang-barang lain.
Baca juga: Mahasiswa ITB Diduga Lompat dari Apartemen di Jatinangor, Polisi Cari Motif
Selain kemasan pangan, BPA juga dipergunakan untuk thermal paper pada kertas ATM/struk belanja, CD, peralatan olahraga, hingga peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.
Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap BPA, termasuk jenis-jenis plastik yang digunakan sebagai bahan kemasan pangan membuat misinformasi menjadi semakin mudah tersebar dan menimbulkan pemahaman yang salah.
Baca juga: Konflik Israel-Hamas Menyebar, Utusan Perdamaian PBB: Timur Tengah di Persimpangan Jalan yang Suram
“Bisa terjadi kebingungan, kegagalan, kebodohan, sampai konflik sosial. Jangan mudah termakan oleh isu beredar yang belum bisa dipercaya kebenarannya. Ada banyak cara untuk melakukan cek fakta,” tegas Pengamat Sosial, Universitas Indonesia menjelaskan DR. Devie Rahmawati, M.Hum.